Guru sebenarnya adalah profesi paling terhormat dinegeri ini. Mengapa demikian? Karena semua orang hebat lahir dari tangan emas sejumlah guru. Presiden, jenderal, menteri, gubernur, pengusaha dan semua orang-orang sukses pasti pernah melintasi pengalaman dengan sejumlah guru. Orang-orang sukses tidak keluar dari belahan batu melainkan dari proses berguru dari guru yang satu ke guru yang lainnya.
Masalahnya di negeri ini guru dipandang seperempat mata, bukan sebelah mata. Guru dianggap profesi biasa bahkan bagi sebagian orang yang materialistis mainded profesi guru sangat tidak menarik. Ini sebuah dinamika persepsi terhadap eksisitensi profesi guru. Padahal dinegara-negara maju masyarakatnya menganggap guru sebagai profesi terhormat dan penentu masa depan bangsa.
Indikasi kemajuan sebuah bangsa dapat dilihat sejauh mana penghargaan pemerintah dan masyarakat terhadap guru. Sejauh mana animo masyarakat menjadi guru dan fasilitas yang didapatkan para guru. Bila masyarakat cenderung melecehkan guru seperti maraknya politisi ngatur sekolah, maraknya premanisme masuk sekolah, maraknya jurnalis abal-abal masuk sekolah serta pemerintah masih mengagap profesi guru sebagai asesoris, ini menjadi realitas yang menandakan kemunduran.
Dinegara-negara maju seperti di Irlandia, Jerman, Swedia, Finlandia, Amerika, Inggris dan Jepang guru diposisikan sebagai “tangan emas” pencetak generasi kompetitif. Disana mereka benar-benar sangat dihargai. Mungkinkah dinegeri maju guru begitu dihargai karena guru-gurunya masuk kategori guru super? Guru super adalah guru yang sempurna. Guru super dapat terlahir dari mahasisiwa super (cerdas). Guru super adalah guru yang terus belajar dan mampu beradaptasi dengan baik mengimbangi dinamika perubahan zaman.
Guru super adalah guru yang terus berprestasi. Berprestasi bagi peserta didiknya dan berprestasi dalam pengembangan profesinya. Guru super sangat mengenali peserta didiknya. Ia mengetahui nama-nama peserta didiknya dan mengenali potensi peserta didiknya. Guru super adalah guru pemberani. Ia tidak lebih bodoh dari oknum LSM dan oknum wartawan bodrek. Ia bahkan mampu menaklukan preman yang adiksi (ketagihan) masuk sekolah.
Guru super memiliki keyakinan pada Tuhan yang luar biasa. Ia tidak takut pada makhluk yang berwujud atasan, tekanan ekternal dan tidak silau pada siapapun dari strata manapun. Ia independen, mandiri namun memiliki dedikasi dan loyalitas yang tinggi pada pekerjaannya. Guru super adalah guru sempurna yang mampu memanusiakan manusia. Semua manusia yang dihadapinya akan “diubah” menjadi manusia.
Mungkin guru super akan jauh berbeda dengan guru supermi. Guru supermi mentalitasnya pragmatis dan instan. Idealismenya zero dan menjadi guru karena “kabawa palid”. Ia adalah guru yang selalu datang terlambat, pulang cepat. Ia tidak lebih pandai dari peserta didiknya. Ia bukan pembelajar tapi Ia adalah karyawan (robot pekerja biasa). Ia agresif di tanggal 1 dan malas-malas di tanggal tua.
Guru supermi adalah penebar konflik internal, mudah menjelek rekan sejawat dan lari dari permasalahan. Ia bukan soluter melainkan poluter. Ia cenderung mengabaikan peserta didiknya. Ia hanya mengenal dua peserta didik, yang pintar dan yang nakal. Ia adalah guru yang tak mampu memanusiakan manusia karena dirinya sendiri masih jauh dari sifat-sifak keguruan.
Guru supermi pantang belajar, pantang memberi, pantang turun jabatan, pantang disalip juniornya, iri pada kemajuan rekan sejawatnya. Ia asing dari kompetensi paedagogik, sosial, profesional dan kepribadiannya tidak stabil. Ia lebih suka belanja di super mall dibanding mengajar di ruang kelas. Peserta didik dianggapnya segerombolan anak bukan penentu masa depan bangsa.
Dudung Koswara, M.Pd*) | Sukabumi Discovery
Dudung Koswara, M.Pd
Masalahnya di negeri ini guru dipandang seperempat mata, bukan sebelah mata. Guru dianggap profesi biasa bahkan bagi sebagian orang yang materialistis mainded profesi guru sangat tidak menarik. Ini sebuah dinamika persepsi terhadap eksisitensi profesi guru. Padahal dinegara-negara maju masyarakatnya menganggap guru sebagai profesi terhormat dan penentu masa depan bangsa.
Indikasi kemajuan sebuah bangsa dapat dilihat sejauh mana penghargaan pemerintah dan masyarakat terhadap guru. Sejauh mana animo masyarakat menjadi guru dan fasilitas yang didapatkan para guru. Bila masyarakat cenderung melecehkan guru seperti maraknya politisi ngatur sekolah, maraknya premanisme masuk sekolah, maraknya jurnalis abal-abal masuk sekolah serta pemerintah masih mengagap profesi guru sebagai asesoris, ini menjadi realitas yang menandakan kemunduran.
Dinegara-negara maju seperti di Irlandia, Jerman, Swedia, Finlandia, Amerika, Inggris dan Jepang guru diposisikan sebagai “tangan emas” pencetak generasi kompetitif. Disana mereka benar-benar sangat dihargai. Mungkinkah dinegeri maju guru begitu dihargai karena guru-gurunya masuk kategori guru super? Guru super adalah guru yang sempurna. Guru super dapat terlahir dari mahasisiwa super (cerdas). Guru super adalah guru yang terus belajar dan mampu beradaptasi dengan baik mengimbangi dinamika perubahan zaman.
Guru super adalah guru yang terus berprestasi. Berprestasi bagi peserta didiknya dan berprestasi dalam pengembangan profesinya. Guru super sangat mengenali peserta didiknya. Ia mengetahui nama-nama peserta didiknya dan mengenali potensi peserta didiknya. Guru super adalah guru pemberani. Ia tidak lebih bodoh dari oknum LSM dan oknum wartawan bodrek. Ia bahkan mampu menaklukan preman yang adiksi (ketagihan) masuk sekolah.
Guru super memiliki keyakinan pada Tuhan yang luar biasa. Ia tidak takut pada makhluk yang berwujud atasan, tekanan ekternal dan tidak silau pada siapapun dari strata manapun. Ia independen, mandiri namun memiliki dedikasi dan loyalitas yang tinggi pada pekerjaannya. Guru super adalah guru sempurna yang mampu memanusiakan manusia. Semua manusia yang dihadapinya akan “diubah” menjadi manusia.
Mungkin guru super akan jauh berbeda dengan guru supermi. Guru supermi mentalitasnya pragmatis dan instan. Idealismenya zero dan menjadi guru karena “kabawa palid”. Ia adalah guru yang selalu datang terlambat, pulang cepat. Ia tidak lebih pandai dari peserta didiknya. Ia bukan pembelajar tapi Ia adalah karyawan (robot pekerja biasa). Ia agresif di tanggal 1 dan malas-malas di tanggal tua.
Guru supermi adalah penebar konflik internal, mudah menjelek rekan sejawat dan lari dari permasalahan. Ia bukan soluter melainkan poluter. Ia cenderung mengabaikan peserta didiknya. Ia hanya mengenal dua peserta didik, yang pintar dan yang nakal. Ia adalah guru yang tak mampu memanusiakan manusia karena dirinya sendiri masih jauh dari sifat-sifak keguruan.
Guru supermi pantang belajar, pantang memberi, pantang turun jabatan, pantang disalip juniornya, iri pada kemajuan rekan sejawatnya. Ia asing dari kompetensi paedagogik, sosial, profesional dan kepribadiannya tidak stabil. Ia lebih suka belanja di super mall dibanding mengajar di ruang kelas. Peserta didik dianggapnya segerombolan anak bukan penentu masa depan bangsa.
Dudung Koswara, M.Pd*) | Sukabumi Discovery
Dudung Koswara, M.Pd
Penulis merupakan seorang tenaga pendidik di SMA Negeri 1 Kota Sukabumi. Beberapa tulisan tersebar di berbagai media, baik cetak maupun elektronik. Sebagai seorang pecinta filsafat, pikiran-pikiran penulis cenderung memiliki nilai pencerahan, dekonstruksi post modern dalam status-status di media sosial menjadi satu alasan bahwa penulis mengharapkan adanya penjelasan bersayap dari setiap fenomena kehidupan ini. (Red) |
Posting Komentar untuk "Guru Super dan Guru Supermi"