Dewan Rakyat



Sebelum memasuki alam kemerdekaan, Belanda telah memberikan harapan kepada jutaan rakyat Hindia Belanda (Indonesia) dengan membentuk perwakilan mereka di pemerintahan, volksraad dibentuk pada tahun 1918. Bisikan itu didengar oleh sebagian rakyat, ada harapan, wakil-wakil mereka akan bisa menyuarakan aspirasi dan keinginan mereka kepada pemerintah.

Faktanya, tidak jauh berbeda dengan dewan-dewan atau parlemen lain yang telah dibentuk di Eropa sejak Yunani dan Romawi Kuno, dalam lembaga baru bernama ‘Dewan Rakyat’ itu yang terdengar hanya adu omong, perang mulut, debat kusir, membahas persoalan-persoalan semu yang tidak berdampak apa-apa bagi rakyat ketika rakyat menginginkan adanya perubahan dalam tatanan kehidupan dan merindukan keadilan. Hingga Indonesia merdeka pun, rakyat tidak merasakan apa-apa sebagai hasil dan upaya dari Volksraad tersebut.

Di tahun 1918 belum ada pemilihan umum, namun Belanda telah menjanjikan demokratisasi di Hindia Belanda akan segera ditegakkan dengan dibentuknya ‘dewan rakyat’ tersebut. Beberapa tahun hingga dibentuknya volksraad, seorang Agus Salim dengan lantang berani menyebutkan, volksraad sebagai lembaga omong kosong, yang dipentaskan oleh lembaga tersebut hanya kepulan bualan, komedi omongan, berbual-bual tentang kesejahteraan yang sama sekali tidak pernah dijamah oleh rakyat.

Volksraad hanya salah satu contoh bahwa ucapan-ucapan yang dilontarkan di parlemen oleh para wakil rakyat sebetulnya tidak mewakili siapa pun kecuali mewakili diri mereka sendiri. Sejarah dunia pun mencatat, wakil rakyat di era Yunani Kuno tidak mewakili siapa-siapa, mereka hanya menginnginkan posisi dan jabatan strategis seperti dewa dan dewi yang bersemayam di Gunung Olympus. Perjuangan pengatas-namaan rakyat pun begitu semu. Yang ingin mereka raih adalah kemasyhuran belaka, Socrates – dengan cara dibujuk rayu untuk memasuki persekongkolan dewan rakyat – sama sekali tidak merasa tertarik untuk diam di lembaga yang disebut terhormat itu.

Maka menjadi tidak heran, jika di parlemen sering muncul ucapan; “Rakyat mana yang Anda suarakan?” karena memang mereka sebenarnya hanya mewakili rakyat semu. Akan tetapi, rakyat tidak ingin menerobos masuk ke dalam lembaga terhormat itu karena rakyat akan tetap menunggu hingga riuh ucapan para Dewan (perwakilan) Rakyat itu mewujud dan membukti bukan hanya debat dan komedi omongan melulu. Kata ‘wakil’ sendiri di parlemen saat ini telah mengalami disfungsi. Faktanya, seluruh anggota perwakilan rakyat terjebak ke dalam bingkai ‘koalisi’, baik Koalisi Indonesia Hebat atau Koalisi Merah Putih.

Beberapa minggu terakhir ini, Saya melakukan survey lapangan, memberikan pertanyaan sederhana kepada beberapa orang (masyarakat); “ Apakah bapak/ibu mengetahui apa yang akan disuarakan oleh para wakil rakyat di parlemen paska pelaksanaan Pemilu?” Rata-rata hanya mengernyitkan kening, sebab bagi mereka Pemilu sudah usai. Yang diinginkan oleh mayoritas responden adalah; setelah pemilu harga-harga akan kembali murah, BBM bisa terjangkau, dan segudang harapan lain disaat yang bersamaan para wakil/dewan rakyat di parelemen sedang mengatur strategi pemenangan dua kubu/koalisi.

Dengan bahasa sederhana sebetulnya Saya bisa saja menghasut para responden dengan ucapan: “ Mereka tidak mewakili Bapak/Ibu. Tapi mewakili siapa saja yang memesan kepentingan!” Tapi hal itu tidak Saya lakukan karena Pemilu bagi rakyat merupakan sebuah pesta demokrasi yang telah usai. Rakyat tetap menyimpan harapan besar, kelak di gedung DPR itu akan lahir aturan dan undang-undang suci dan bisa memenuhi harapan rakyat secara keseluruhan. Seorang teman berbisik, “ Harapan itu, sampai kiamat atau rakyat di Negara ini meninggal pun, Aku berani bersumpah! Tidak akan kesampaian!”

Seperti halnya di era sebelum kemerdekaan, rakyat di Hindia Belanda menaruh harapan pada dewan rakyat atau volksraad hingga puluhan tahun, tiba-tiba mereka telah masuk ke alam kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Tidak disebabkan oleh usaha maksimal ‘dewan rakyat’, namun dihasilkan dari sebuah revolusi besar bernama perjuangan!

KANG WARSA

Posting Komentar untuk "Dewan Rakyat"