Borobudur

Saat akan memasuki komplek Candi Borobudur, pemandu wisata itu memaparkan; Borobudur berasal dari bahasa Sansekerta, Boro dan Bhudhara, memiliki arti desa yang berada di ketinggian atau bukit. Memang, Candi Budha tersebut terletak di sebuah dataran tinggi, dari kejauhan bisa terlihat di antara rapatnya pepohonan Borobudur tersembul menyerupai bahkan mengimbangi ketinggian bukit-bukit di sekelilingnya. Teori lain menyebutkan, tidak ditemukan bukti pendukung yang kuat, kenapa candi ini dinamakan Borobudur kecuali merujuk kepada pendapat di mana candi tersebut berada.

Wangsa Syailendra membangunnya pada tahun 800-an masehi. Dalam Negarakretagama yang ditulis oleh Prapanca dilukiskan bagaimana monumen Budha terbesar di dunia ini dibangun. Pembangunan Borobudur oleh Wangsa Syailendra dimaksudkan sebagai tempat peribadatan, berbeda dengan candi-candi Hindu, candi Hindu biasanya dibangun sebagai tempat pemakaman para raja. Latar belakang pembangunan Borobudur adalah untuk melengkapi penyebaran agama Budha di tanah Jawa.

Saya menguping pembicaraan beberapa pemandu wisata saat menjelaskan kondisi candi dan hal-hal yang berada di sekeliling candi tersebut. Di pinggir komplek candi terdapat pohon Bodhi (Ficus religiosa), pohon tempat Gautama bersemedi dan menemukan kebenaran sejati serta pencerahan (Enlightment). Saya memetik daun pohon tersebut, diamati bentuknya persis dengan gunungan yang biasa dipakai dalam acara pentas wayang golek atau wayang kulit juga lebih menyerupai bentuk hati.

Gautama bersemedi di bawah Bodhi sebagai Bodhisatwa hingga menjadi seorang Budha, manusia yang telah tercerahi. Dalam beberapa folklore disebutkan Gautama tinggal di Desa Kapilawastu sering diidentikkan dengan Nabi Dzulkifli (orang Kapilawastu).

Dengan pikiran sederhana saja setiap orang akan memiliki sikap sama, tidak habis pikir bagaimana manusia di abad ke-7 mampu membangun monumen lengkap dengan kekomplekan arsitektur dan pernak-pernik pendukungnya hingga detail. Beberapa patung Gautama dipahat dan diukir dengan cermat dan halus, dari ratusan patung tersebut memiliki ukuran dan bentuk yang sama persis. Ada kecerdasan dan kecermatan di sana, dimiliki oleh orang-orang yang hidup pada masa kejayaan Wangsa Syailendra.

Saat duduk di kursi batu, Saya bertanya kepada seorang teman; “ Di tatar Sunda sedikit sekali ditemukan candi, kamu tahu tidak, apa alasannya?” Dia menarik nafas panjang.

Baiklah, Saya perjelas, di dalam buku-buku IPS kelas VII sudah dibahas asal-usul manusia Indonesia, teori-teori spekulatif muncul, manusia Indonesia kuno berasal dari daerah Yunan. Lantas menjelma menjadi ras deutro melayu. Spekulasi seperti ini dilakukan dengan mengatasnamakan sikap ilmiah, padahal belum tentu benar. Sebab masa lalu adalah lorong suram. Jadi siapa pun bisa melakukan spekulasi. Misalkan, pada abad ke-7 kita belum mengenal pembagian wilayah, maka kita bisa melakukan spekulasi; candi-candi besar di nusantara ini bisa jadi dibangun oleh sekelompok manusia yang sama, bentuk bangunan ditentukan oleh seberapa besar pesanan dari penguasa dan agama apa yang memiliki pengaruh kuat di masyarakat.

Kenapa di tatar Sunda jarang sekali ditemukan candi? Sebab, di pulau Jawa waktu itu belum dikenal ada pembagian wilayah, maka sentralisasi politis akan berlangsung di bagian tengah. Daerah-daerah pinggiran seperti Jawa Barat dan Jawa Timur merupakan satelit kekuasaan, di dua daerah tersebut hanya akan ditemukan candi-candi kecil saja. Artinya, pada abad ke-5 hingga ke 10 di tanah Jawa ini memang telah terbangun satu kekuasaan tunggal, sentralisasi politik. Pembangun candi-candi besar - bisa saja mereka - berasal dari daerah Jawa Barat dan Jawa Timur.

Prapanca dalam Negarakretagama hanya melakukan hipotesa terhadap kemungkinan-kemungkinan yang sebetulnya tidak bisa terukur kepastiannya. Prapanca hanya melakukan kalibrasi antara relief yang terpahat pada candi dengan fakta sosial di jamannya. Sebab pusaran kekuasaan berada di Jawa paling tengah, sudah bisa dipastikan literature yang ditulis oleh Prapanca akan memusat pada pembahasan hal-hal real yang terjadi di Jawa bagian tengah. Kata Prapanca sendiri memiliki arti 'bingung'.

Wilayah-wilayah satelit seperti Jawa Barat dan Jawa Timur lebih memokuskan diri pada penataan sistem administrasi bernegara. Para leluhur ; baik tokoh agama mau pun tokoh masyarakat akan lebih fokus pada penataan-penataan administratif; tulis-menulis, kesusastraan, dan kontemplasi. Persoalan politik praktis –secara spontan – akan diberikan kepada wilayah pusat.

Artinya, kekuasaan di pulau Jawa ini pada mulanya besar dan bersatu. Bahkan  Jawa merupakan salah satu bagian dari paparan Sunda Besar. Ini menjadi alasan, kenapa candi-candi besar bisa terwujud, karena dibangun oleh jumlah manusia sebanding dengan lima sampai tujuh desa. Mega proyek besar dan benar-benar dihasilkan dari sebuah swadaya.

Candi Borobudur tetap akan berdiri kokoh, dingin, teguh, dan kekar sebab dihasilkan dari jiwa-jiwa besar para pendahulu negeri ini. Dibangun oleh cucuran keringat para leluhur yang tidak mengharapkan imbalan atau jasa apa pun kecuali sebuah pesan kepada generasi sekarang: kami bisa menghasilkan sebuah kreasi maha dahsyat, bisa kah kalian mengikuti kami?

KANG WARSA

Posting Komentar untuk "Borobudur"