Banyak pertemuan yang dihadiri oleh para astronom dan kosmolog, hal krusial dalam pertemuan-pertemuan tersebut telah melahirkan pertanyaan mendasar tentang alam semesta: Kenapa Tuhan menciptakan alam ini begitu tak hingga?
Para astronom telah memberikan jawaban dengan pemaparan berliku, menggunakan rumus-rumus, dan jawaban se-ilmiah mungkin. Akan tetapi tetap saja jawaban se-ilmiah apapun selalu mendapatkan sanggahan dari ilmuwan lain. Dengan sangat ringan, setelah rumus-rumus dikeluarkan, jawaban sederhana dikeluarkan oleh seorang kosmolog : Alam semesta ini diciptakan dengan tak hingga, ya, supaya bisa kita amati dan menjadi lebih bermakna!
Di dalam Surat Al-Fatihah ayat ke-2, penyebutan alam semesta menggunakan kata jamak mudzakkar Salim : 'Aalamiin, hal ini menunjukkan jika alam semesta bukan sekadar universe, dia lebih multiverse. Maka, hampir tidak akan ditemukan jika keberadaan alam semesta ini tertata secara kebetulan. Peluang munculnya angka 3 pada sebuah dadu adalah 1:6, bagaimana dengan peluang munculnya ketertataan sistem tata surya di kemahaluasan alam semesta ini, 1: tidak terhingga.
Namun, para ilmuwan-ateis sering mengaitkan "rumus peluang" ini dengan pikiran terbalik, semakin besar penyebut daripada pembilang, artinya semakin kecil peluang yang muncul, maka semakin besar pula nilai kebetulannya. Padahal, rumus tersebut hanya berlaku untuk satu kali lemparan, tanpa ada keberlanjutan. Artinya, Maha Proyek penyusunan alam semesta ini bukan sekadar bagian dari uji coba atau trial and error Yang Maha Pencipta.
Pertanyaan yang sering muncul dari diri kita adalah: " Apakah Alloh pun menciptakan kehidupan lain selain di planet Bumi ini?" apakah -hanya di Bumi ini- ada kehidupan, sementara alam semesta begitu tidak hingga?, pertanyaan susulan yang sering keluar dari diri kita adalah, berasal darimana kehidupan di Bumi sekarang, jika pada milyaran tahun lalu, saat terjadi pembentukan struktur alam semesta di planet kita ini belum ada kehidupan? Jika teori Big Bang benar, kapan kah akan berakhirnya kehidupan di semesta? Jika teori "alam semesta mengembang" itu benar, sedang mengarah kemanakah alam semesta ini?
Jawaban terhadap persoalan pelik di atas hanya bisa diselesaikan oleh pemikiran sederhana seorang anak kecil. Mungkin diantara kita, saat masih kecil pernah membayangkan, bahwa di langit nun jauh ada kehidupan lain, ada dunia lain? Kenapa pikiran itu lahir dari seorang anak kecil yang belum banyak mengalami internalisasi pengetahuan yang luas? Ada apa? Tidak bisa disangkal, dalam diri manusia telah tertanam chip yang menyimpan file-file masa lalu, file tersebut tiba-tiba saja terbuka dalam bingkai asosiasi, penyatuan file-file yang membentuk imaji.
Sebenarnya, siapapun bisa membuka file-file yang ada dalam dirinya untuk mengetahui bagaimana alam ini bermula, bagaimana permulaan manusia dan kehidupan ini terjadi, jika setiap manusia telah benar-benar mampu mengenal dirinya dengan baik. Para Sufi dan filsuf sering berkata: kenalilah dirimu, maka kau akan mengenal Tuhanmu! Sebab jawaban-jawaban terhadap pertanyaan sebagaimana disebutkan sebelumnya ada di dalam diri manusia sendiri. Bukankah Tuhan lebih dekat daripada urat leher manusia?
Sudah seberapa jauh kita mengenal diri sendiri? Saya? Baru mengenal diri ini sebagai seorang yang sering merongrong kehidupan saja. Bahkan menuding diri sendiri sebagai manusia sok tahu pun masih berat. Bahkan mengenal dan mengetahui arti nama diri sendiri saja masih harus membuka kamus arti nama!
Kita? Manusia yang masih jauh dari Sang Maha Pencipta namun selalu merasa paling dekat dengan-Nya.
Para astronom telah memberikan jawaban dengan pemaparan berliku, menggunakan rumus-rumus, dan jawaban se-ilmiah mungkin. Akan tetapi tetap saja jawaban se-ilmiah apapun selalu mendapatkan sanggahan dari ilmuwan lain. Dengan sangat ringan, setelah rumus-rumus dikeluarkan, jawaban sederhana dikeluarkan oleh seorang kosmolog : Alam semesta ini diciptakan dengan tak hingga, ya, supaya bisa kita amati dan menjadi lebih bermakna!
Di dalam Surat Al-Fatihah ayat ke-2, penyebutan alam semesta menggunakan kata jamak mudzakkar Salim : 'Aalamiin, hal ini menunjukkan jika alam semesta bukan sekadar universe, dia lebih multiverse. Maka, hampir tidak akan ditemukan jika keberadaan alam semesta ini tertata secara kebetulan. Peluang munculnya angka 3 pada sebuah dadu adalah 1:6, bagaimana dengan peluang munculnya ketertataan sistem tata surya di kemahaluasan alam semesta ini, 1: tidak terhingga.
Namun, para ilmuwan-ateis sering mengaitkan "rumus peluang" ini dengan pikiran terbalik, semakin besar penyebut daripada pembilang, artinya semakin kecil peluang yang muncul, maka semakin besar pula nilai kebetulannya. Padahal, rumus tersebut hanya berlaku untuk satu kali lemparan, tanpa ada keberlanjutan. Artinya, Maha Proyek penyusunan alam semesta ini bukan sekadar bagian dari uji coba atau trial and error Yang Maha Pencipta.
Pertanyaan yang sering muncul dari diri kita adalah: " Apakah Alloh pun menciptakan kehidupan lain selain di planet Bumi ini?" apakah -hanya di Bumi ini- ada kehidupan, sementara alam semesta begitu tidak hingga?, pertanyaan susulan yang sering keluar dari diri kita adalah, berasal darimana kehidupan di Bumi sekarang, jika pada milyaran tahun lalu, saat terjadi pembentukan struktur alam semesta di planet kita ini belum ada kehidupan? Jika teori Big Bang benar, kapan kah akan berakhirnya kehidupan di semesta? Jika teori "alam semesta mengembang" itu benar, sedang mengarah kemanakah alam semesta ini?
Jawaban terhadap persoalan pelik di atas hanya bisa diselesaikan oleh pemikiran sederhana seorang anak kecil. Mungkin diantara kita, saat masih kecil pernah membayangkan, bahwa di langit nun jauh ada kehidupan lain, ada dunia lain? Kenapa pikiran itu lahir dari seorang anak kecil yang belum banyak mengalami internalisasi pengetahuan yang luas? Ada apa? Tidak bisa disangkal, dalam diri manusia telah tertanam chip yang menyimpan file-file masa lalu, file tersebut tiba-tiba saja terbuka dalam bingkai asosiasi, penyatuan file-file yang membentuk imaji.
Sebenarnya, siapapun bisa membuka file-file yang ada dalam dirinya untuk mengetahui bagaimana alam ini bermula, bagaimana permulaan manusia dan kehidupan ini terjadi, jika setiap manusia telah benar-benar mampu mengenal dirinya dengan baik. Para Sufi dan filsuf sering berkata: kenalilah dirimu, maka kau akan mengenal Tuhanmu! Sebab jawaban-jawaban terhadap pertanyaan sebagaimana disebutkan sebelumnya ada di dalam diri manusia sendiri. Bukankah Tuhan lebih dekat daripada urat leher manusia?
Sudah seberapa jauh kita mengenal diri sendiri? Saya? Baru mengenal diri ini sebagai seorang yang sering merongrong kehidupan saja. Bahkan menuding diri sendiri sebagai manusia sok tahu pun masih berat. Bahkan mengenal dan mengetahui arti nama diri sendiri saja masih harus membuka kamus arti nama!
Kita? Manusia yang masih jauh dari Sang Maha Pencipta namun selalu merasa paling dekat dengan-Nya.
Posting Komentar untuk "Daku, Sang Maha Angkuh "