Aku Si Bidak Catur

Di tahun 1997, saat duduk di bangk
u SMA, setiap malam senin saya sering menyimak Mara FM, acaranya bagus, mengupas persoalan politik. Di tahun itu, Orde Baru sedang berada di ambang keruntuhan. Terlalu sering menyimak bahasan-bahasan politik tersebut telah menyeretku pada pikiran "Orba" akan segera lengser. Banyak pertanda, salah satunya, media telah tampil berani melakukan kritik terhadap Pemerintahan Orba, seperti yang dilakukan oleh D&R menjadikan foto Pak Harto di sampul majalah tersebut berbingkai Raja pada kartu Remi.

Antara tahun 1996-1997 itu wajah perpolitikan semakin menghangat, isu kontroversial :Mega-Bintang menjadi wacana renyah di rubrik politik hampir setiap media. Tabloid dan Media bergenre Yellow Paper semakin marak, Orde Baru sering mewaspadai: ini tanda kebangkitan kembali Komunisme! Saat wacana dalam Yellow Paper semakin menjamur ini masarakat mengonsumsinya dengan renyah. Isu-isu kedekatan Pak Harto dengan kelompok Islam, lahirnya ABRI Hijau, munculnya isu-isu pelengseran Pak Harto. Krisis moneter berjalan setahap demi setahap menggerogoti perekonomian negeri dan kawasan ASEAN.

Saya menulis saat itu, di majalah dinding sekolah tentang perpolitikan Indonesia tentu saja dengan sikap sok tahu. Tulisan dalam bentuk satire itu mengakibatkan dipanggilnya saya oleh wakasek kesiswaan SMANSA: Bapak Tjoetjoe, beliau mengingatkanku: Kau tulis saja sastra, jangan menulis artikel seperti itu, mau kau dipanggil oleh yang berwajib? Aku jawab: iya, Pak!

Di tahun itu, sebenarnya saya pun pernah dipanggil oleh Kantor Desa: Kau cucuku, jangan kau aneh-aneh dalam memandang pemerintah. Di kampungku, lahir gerakan Darul Arqom, kalian pasti tahu itu DA ya mirip dengan DI, hanya saja bidikan utamanya persoalan perekonomian. Banyak para pemuda menjadi anggota gerakan itu. Untuk menjadi anggota DA, saya tidak terlalu mood, siapapun tahu, anggota dalam gerakan apapun hanya akan dijadikan martirdom saja, tak lebih dari itu, pasukan tempur atau semacam pion yang tidak tahu apa-apa hanya terpikat oleh semangat utopia perbaikan.

DA sering mengiming-imingi pengikutnya dengan: Jihad, Hijrah, dan Sorga. Tiga klausul utama dalam Islam yang diputarbalikkan pemaknaannya dari umum ke khusus. Eksistensi gerakan yang lahir dari rahim perlawanan terhadap kapitalisme ini bermula mengakar di Malaysia, dampak susulan darinya lahir varian ancaman yang diancam-ancamkan: suanana dini hari mencekam dengan adanya isu ninja, pembunuhan para ulama yang bermula pada isu pembunuhan kepada dukun santet, sampai saat ini belum ada yang mengakui, kelompok mana yang bertanggungjawab terhadap munculnya isu tersebut. Meskipun jika melihat pergolakan sejarah: perseteruan kerap terjadi antara ulama-santri dan kelompok komunis, namun kelompok komunis pun tidak pernah mengakui mereka berada di balik aksi terror ninja tersebut.

Dalam kondisi karut-marut negara seperti di atas, telah menjamur pemikiran-pemikiran pengideologian agama. Politik aliran berbasis keagamaan merambah ke kampus-kampus dan sekolah-sekolah. Mereka mengkader anggota-anggota baru berbanding lurus dengan semakin menjamurnya gerakan-gerakan kiri dan aliansi kelompok urban perkotaan yang lebih dominan berhaluan kiri. Demonstrasi massa sering diberitakan oleh BBC siaran Bahasa Indonesia, dikonsumsi oleh masyarakat setiap pukul 20.00 WIB. Negeri ini telah menjadi kue raksasa yang digerogoti oleh para pemegang kepentingan. Isu disintegrasi bangsa mencuat. Mayoritas kita tidak terlalu konsern terhadap hal itu sebab harga emas lebih menjadi fokus perhatian masyarakat.

Krisis multi dimensi itu memang nyata senyata-nyatanya. Semua menudingkan kesalahan kepada penguasa, terlalu memokuskan kebijakan pada kestabilan politik, bukan persoalan ekonomi. Padahal hal sama pernah terjadi di era Orde Lama, Vivere Pericoloso itu terjadi saat Bung Karno tetap bersemangat berpidato persoalan politik sementara harga-harga sulit terjangkau hingga inflasi besar-besaran tak terbendung, antrian minyak tanah dan kelangkaan sembako pun tercitra di era Orde Baru mirip dengan Orde Lama.

Kesimpulannya: sutradara adegan-adegan dalam sandiwara politik negeri ini sebetulnya sama. Sudah pasti semua menuding: kelompok iluminasi dan sempalan Yahudi garis keras menjadi agen pengrusakan negeri ini. Tudingan itu disempurnakan oleh terbitnya buku Garraudy: Yahudi menggenggam dunia, Buku Toto Tasmara: Dajjal dan Simbol Setan. Dan terus terang, bagi Saya pribadi, misteri itu sampai saat ini masih merupakan hal yang rumit, apalagi di zaman sekarang, isu-isu kontroversial semakin bersifat kompleks. Kita, tetap berperan sebagai pion-pion di atas papan catur. Permainan usai, tinggal dipasang kembali oleh para pemain yang bermain sambil terbahak-bahak, menikmati kopi, susu, dan hidangan enak.


Posting Komentar untuk "Aku Si Bidak Catur"