Kabel Diplomatik A.S

Kabel diplomatik kedutaan Amerika Serikat setebal 30.000 halaman telah dipublikasikan kepada halayak oleh lembaga-lembaga resmi pemerintahnya seperti NSA (National Security Archive). Dokumen yang ditulis selama empat tahun (1964-1968) memuat peristiwa-peristiwa penting sebelum dan pasca pemberontakan PKI tahun 1965.

Untuk Melihat Dokumen-dokumen Tersebut Silakan Klik Laman Ini.

Sejarah G 30 S PKI selama ini memang masih ditulis berdasarkan deskripsi data milik pemerintah di era Orde Baru pasca Soekarno lengser. Orang-orang bahkan termasuk para ahli sejarah sendiri telah terjebak memasuki salah satu kubu seolah mereka telah berperan sebagai pelaku utama pada tragedi tersebut. Dalam hal ini, sejarah tidak dipandang berdasarkan konteks tahun ini (2017) melainkan berdasarkan pada konteks peristiwa yang sedang berlangsung, padahal di dalamnya memuat beragam peristiwa yang sangat kompleks.

Laporan diplomat Amerika Serikat menyebutkan saat peristiwa berlangsung kader dan simpatisan PKI banyak yang merasa kebingungan terhadap kejadian sebenarnya yang sedang berlangsung. Kenyataan itu tidak jauh berbeda dengan kondisi kader dan simpatisan partai politik di zaman sekarang yang selalu tidak pernah mengetahui bagaimana mesin politik partai yang digandrunginya itu bekerja.

Etnis Tionghoa di kota-kota besar menjadi sasaran amuk massa hingga penjarahan. Fitnah besar yang berhembus dan sengaja dihembuskan kepada masyarakat yaitu keterlibatan pemerintah Republik Rakyat China dalam peristiwa gerakan itu. Pandangan stereotif telah memanipulasi pikiran dan akal sehat setiap orang, orang-orang Tionghoa siapa dan di mana pun mereka diberi label dan merupakan antek komunis, padahal pandangan ini tidak selamanya benar.

Angkatan Darat mengharapkan agar tokoh-tokoh sentral PKI seperti Aidit, Njoto, dan Lukman dieksekusi dengan cara digantung di Lapangan Banteng agar kader dan simpatisan PKI mengetahui kejahatan besar tiga orang ini. Selain itu, term Perang Suci atau Jihad  dikumandangan agar eksekusi terhadap orang-orang PKI mendapatkan legitimasi dari Tuhan: membunuh kafir PKI merupakan salah satu tiket masuk sorga.

Sebulan lalu, pembahasan tentang kegagalan kudeta PKI menjadi viral di berbagai media sosial. Hampir setiap pengguna medsos memosisikan diri mereka sebagai bagian penting dalam peristiwa itu. Pemutaran film antitesa dari film Pemberontakan G 30 SKI di gedung LBH dibubarkan secara paksa oleh kelompok anti komunis. Jendral Gatot Nurmantyo mengajak secara internal kepada kesatuan TNI untuk mengadakan acara "nonton bareng" film yang selalu diputar pada masa Orde Baru berkuasa.

Pemerintah Jokowi merespon polemik seputar pemutaran film tersebut dengan mewacanakan akan membuat film baru dengan versi yang telah disesuaikan berdasarkan sejarah yang sebenarnya. Para sineas di negeri ini memberikan komentar beragam. Salah seorang pengamat militer dan mantan wartawan senior, Salim Said memberikan pandangan bahwa pembuatan film versi baru harus benar-benar berdasarkan penelitian dan fakta sejarah yang sebenarnya. Dan sudah pasti, memerlukan proses pelik dan panjang.

Ketakutan masyarakat yang semakin meningkat -sebenarnya- tidak hanya disebabkan oleh sikap ganas orang-orang PKI yang selama ini mereka dengar dari cerita-cerita dan buku sejarah, melainkan oleh ideologi komunis yang kadung telah dicap bertolak belakang dengan ideologi Pancasila yang berketuhanan. Benih-benih dan tunas-tunas kemunculan kembali kaum komunis marxist menurut pandangan sebagian besar orang harus ditebas sebelum  tumbuh dan berbuah matang.

Satu tahun lalu, entah karena ketidaktahuan atau kesengajaan ingin dikenal oleh masyarakat,  seorang pemuda di Kecamatan Lembursitu memosting potret dirinya dengan latar belakang bendera berlambang palu dan arit. Setelah diamankan oleh aparat berwajib, lelaki itu menangis dan mengaku melakukan hal itu didasari oleh sikap iseng saja.

Meskipun dokumen setebal 30.000 halaman dapat menguak tabir gelap peristiwa pemberontakan PKI, sebuah kudeta besar yang harus ditebus oleh pertumpahan darah itu telah memosisikan PKI sebagai tokoh antagonis atau kelompok jahat yang mencoba merongrong ideologi negara. Orang lebih percaya kepada Pancasila daripada kepada ideologi lain baik komunisme atau ideologi atas dasar agama.

Kang Warsa

Posting Komentar untuk "Kabel Diplomatik A.S"