Rata-rata peserta didik di negara ini ini kurang menyenangi apalagi memiliki semangat yang tinggi terhadap mata ajar matematika. Bagi mereka, mata ajar ini sering membuat kepala pening dan membosankan. Tentu saja pandangan ini didasarkan atas pertanyaan dari saya kepada para peserta didik di MTs dan MA Riyadlul Jannah.
Sejak dua bulan lalu, saya telah memberanikan diri mengajar salah satu ilmu eksak ini, matematika sebagai The Mother of Knowledge. Kesanggupan mengajar matematika tersebut tidak dilatarbelakangi bahwa saya seorang ahli matematika atau seorang guru yang memiliki latar belakang pernah bersekolah di fakultas MIPA dan menggeluti secara serius matematika. Bagi saya secara pribadi mengajar matematika merupakan salah satu upaya keseriusan diri sendiri untuk mempelajari matematika juga.
Hal pertama yang saya lakukan ketika mengawali mata ajar matematika kepada para peserta didik adalah dengan memberikan pengantar terlebih dahulu tentang peran penting penggunaan logika dan akal sehat dalam kehidupan. Hatta dalam urusan atau persoalan cinta pun manusia tetap dituntut untuk menggunakan akal sehat dan kepala dingin. Matematika bukan merupakan sesosok monster atau buta ijo yang harus ditakuti, ia tidak memiliki taring, bahkan sama sekali tidak pernah menyakiti siapa pun.
Mark Zuck, orang Amerika berdarah Yahudi penemu facebook itu telah menulis secara gamblang:
Setelah saya menceritakan bagaimana seorang al-Khawarizmi mampu mendesain ilmu pasti, logaritma dan trigonometri, kemudian ilmuwan lain yang bernama al-Jabbar dielu-elukan sebagai bapak ilmu pasti di daratan Eropa. di antara mereka ada yang mempercainya atau sama sekali baru mengetahui bahwa perjalanan matematika itu tidak mutlak dimiliki oleh satu bangsa saja, mereka tampak heran.
Mengawali mata ajar matematika dengan mengisahkan perjalanan ilmu ini kepada para peserta didik tidak dimaksudkan untuk membawa mereka kepada pemikiran romantisme, kecuali untuk menggugah rasa bahwa matematika itu telah begitu dekat dengan kita sendiri. Saya mengajak cakrawala mereka berkeliling menjelajahi nusantara, lihat candi-candi yang ada di negara ini, tanpa geometri - salah satu cabang dari matematika - saya tidak menjamin Candi Borobudur akan berdiri dengan megah bersama candi lainnya.
Di masyarakat Sunda terdapat bentuk bangunan meskipun panggung tetapi memberikan pesan dengan varian rumah panggung yang beragam tersebut dapat diartikan bahwa penguasaan ilmu ukur dan geometri para pendahulu negeri ini sudah tidak diragukan lagi.
Diperlukan kesabaran dan kematangan dalam mendidik peserta didik dengan berbagai latar belakang yang berbeda. Rata-rata para peserta didik di MTs Riyadlul Jannah merupakan anak-anak yang tinggal diperkampungan namun mereka memiliki potensi beragam. Setiap guru telah mencoba secara cermat dan serius menggali potensi mereka.
Di awal kegiatan pembelajaran, saya memberikan satu pertanyaan kepada para peserta didik kelas IX: " Sebuah buku ditambah lima buku sama dengan?" Spontan mereka menjawab : " Enam buah buku.." Kemudian pertanyaan dilanjutkan dengan kalimat: " Sebuah buku ditambah sebuah pensil sama dengan?". Di antara mereka ada yang ragu-ragu menjawab, tetapi rata-rata mereka menjawab dengan spontan: " satu buku satu pensil."
Seperti itulah logika di dalam matematika, karena ilmu ini memang dihasilkan dari pengamatan alam empiris, bukan didasari oleh halusinasi atau imajinasi dari para penemunya. Pertanyaan seperti tadi dapat disimpulkan dalam pernyataan atau rumus aljabar:
Metodologi pengajaran yang dikembangkan di dalam pendidikan modern memang telah sangat beragam tetapi sebetulnya metode apa saja tetap merupakan konklusi dari kebiasaan-kebiasaan yang telah lama berkembang di dalam kehidupan. Kita hanya dapat memindahkan pengalaman empiris kita ke dalam ruangan yang disekat dan dibatasi oleh tembok. Namun tetap saja, jangan sampai kita juga memberi batasan cakrawala berpikir peserta didik dengan sekat-sekat dan batas-batas ketabuan yang justru akan mengerdilkan mereka untuk berpikir secara lebih mendalam.
Kang Warsa
Sukabumi, 19 Oktober 2017
Sejak dua bulan lalu, saya telah memberanikan diri mengajar salah satu ilmu eksak ini, matematika sebagai The Mother of Knowledge. Kesanggupan mengajar matematika tersebut tidak dilatarbelakangi bahwa saya seorang ahli matematika atau seorang guru yang memiliki latar belakang pernah bersekolah di fakultas MIPA dan menggeluti secara serius matematika. Bagi saya secara pribadi mengajar matematika merupakan salah satu upaya keseriusan diri sendiri untuk mempelajari matematika juga.
Hal pertama yang saya lakukan ketika mengawali mata ajar matematika kepada para peserta didik adalah dengan memberikan pengantar terlebih dahulu tentang peran penting penggunaan logika dan akal sehat dalam kehidupan. Hatta dalam urusan atau persoalan cinta pun manusia tetap dituntut untuk menggunakan akal sehat dan kepala dingin. Matematika bukan merupakan sesosok monster atau buta ijo yang harus ditakuti, ia tidak memiliki taring, bahkan sama sekali tidak pernah menyakiti siapa pun.
Mark Zuck, orang Amerika berdarah Yahudi penemu facebook itu telah menulis secara gamblang:
" Sangat mengherankan bagiku, orang-orang memujaku terutama umat Islam hanya karena aku dapat membuat facebook sementara aku sendiri memuja dan mengidolakan langsung sang penemu al-goritma, dia al-Khawarizmi salah seorang cendekiawan muslim. Kenapa orang-orang Islam itu tidak langsung saja mengidolakan al-Khawarizmi sang maestro al-goritma (penulis)"
Setelah saya menceritakan bagaimana seorang al-Khawarizmi mampu mendesain ilmu pasti, logaritma dan trigonometri, kemudian ilmuwan lain yang bernama al-Jabbar dielu-elukan sebagai bapak ilmu pasti di daratan Eropa. di antara mereka ada yang mempercainya atau sama sekali baru mengetahui bahwa perjalanan matematika itu tidak mutlak dimiliki oleh satu bangsa saja, mereka tampak heran.
Mengawali mata ajar matematika dengan mengisahkan perjalanan ilmu ini kepada para peserta didik tidak dimaksudkan untuk membawa mereka kepada pemikiran romantisme, kecuali untuk menggugah rasa bahwa matematika itu telah begitu dekat dengan kita sendiri. Saya mengajak cakrawala mereka berkeliling menjelajahi nusantara, lihat candi-candi yang ada di negara ini, tanpa geometri - salah satu cabang dari matematika - saya tidak menjamin Candi Borobudur akan berdiri dengan megah bersama candi lainnya.
Di masyarakat Sunda terdapat bentuk bangunan meskipun panggung tetapi memberikan pesan dengan varian rumah panggung yang beragam tersebut dapat diartikan bahwa penguasaan ilmu ukur dan geometri para pendahulu negeri ini sudah tidak diragukan lagi.
Diperlukan kesabaran dan kematangan dalam mendidik peserta didik dengan berbagai latar belakang yang berbeda. Rata-rata para peserta didik di MTs Riyadlul Jannah merupakan anak-anak yang tinggal diperkampungan namun mereka memiliki potensi beragam. Setiap guru telah mencoba secara cermat dan serius menggali potensi mereka.
Di awal kegiatan pembelajaran, saya memberikan satu pertanyaan kepada para peserta didik kelas IX: " Sebuah buku ditambah lima buku sama dengan?" Spontan mereka menjawab : " Enam buah buku.." Kemudian pertanyaan dilanjutkan dengan kalimat: " Sebuah buku ditambah sebuah pensil sama dengan?". Di antara mereka ada yang ragu-ragu menjawab, tetapi rata-rata mereka menjawab dengan spontan: " satu buku satu pensil."
Seperti itulah logika di dalam matematika, karena ilmu ini memang dihasilkan dari pengamatan alam empiris, bukan didasari oleh halusinasi atau imajinasi dari para penemunya. Pertanyaan seperti tadi dapat disimpulkan dalam pernyataan atau rumus aljabar:
2a + 3a = 5a , sementara 2x - 3y bisa menghasilkan jawaban -3y + 2x , mereka memiliki variabel yang berbeda. Sedangkan pada pernyataan pertama, mereka memiliki variabel yang sama.
Metodologi pengajaran yang dikembangkan di dalam pendidikan modern memang telah sangat beragam tetapi sebetulnya metode apa saja tetap merupakan konklusi dari kebiasaan-kebiasaan yang telah lama berkembang di dalam kehidupan. Kita hanya dapat memindahkan pengalaman empiris kita ke dalam ruangan yang disekat dan dibatasi oleh tembok. Namun tetap saja, jangan sampai kita juga memberi batasan cakrawala berpikir peserta didik dengan sekat-sekat dan batas-batas ketabuan yang justru akan mengerdilkan mereka untuk berpikir secara lebih mendalam.
Kang Warsa
Sukabumi, 19 Oktober 2017
Posting Komentar untuk "Mengajak Perserta Didik Menggemari Matematika"