Mencermati paradigma tentang kesukabumian tidak terlepas dari dinamika program pemerintah dan political will di Kota Sukabumi selama satu setengah dekade. Lembaran-lembaran cerita Kota Sukabumi selama satu setengah dekade dilihat dari program pemerintah dan langkah-langkah strategis politis di mulai paska penyelenggaraan Pilkada Langsung tahun 2018. Pasangan Muslikh Abdusysukur dan Mulyono memperoleh suara terbanyak selanjutnya jabatan politis tersesbut diemban oleh pasangan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Sukabumi 2008-2013 ini dengan visi mewujudkan Kota Sukabumi dengan Paradigma Surgawi.
Visi Kota Sukabumi selama lima tahun masa kepemimpinan Muslikh dan Mulyono tersebut jika dicermati secara letter-lerk tentu merupakan visi yang cukup melangit, artinya hendak menularkan bahasa langit (Surgawi) ke ranah profan Kota Sukabumi. Masyarakat sebagai bagian dari rakyat (pemilik kedaulatan tertinggi di negara ini) selama dua tahun paska Pilkada atau terpilihnya pemimpin hasil pemilihan langsung ditengarai tidak sepenuhnya memahami bahkan mengetahui jika Kota Sukabumi memiliki visi melangit.
Hal penting yang hendak dihadirkan oleh pemerintahan masa itu tentu saja refleksi atau pantulan nilai-nilai surgawi yang serba indah, tentram, dan tumaninah dalam kehidupan di Kota Sukabumi dan dapat dirasakan langsung oleh siapapun. Beberapa kelompok oposan –meskipun secara faktual untuk ukuran Kota Sukabumi ini sulit bagi kita menemukan oposisi murni – pernah memandang kebijakan dengan embel-embel paradigma surgawi ini dengan sedikit nada sentimen: Paradigma Surgawi itu berarti boleh melakukan apa saja! Beruntung sekali, di masa itu media sosial masih dipergunakan oleh masyarakat dengan pikiran dan nalar yang masih sehat.
Pemerintah Kota Sukabumi tentu saja tidak berpikir demikian. Visi sebuah kota merupakan cara pandang dan bagaimana pemerintah mengupayakan agar kehidupan di masa yang akan datang dapat dinikmati oleh seluruh warga Kota Sukabumi. Program dan kegiatan yang dikerjakan telah sesuai dengan analisa, penelitian, dan pengembangan setiap badan yang ada di Kota Sukabumi. Arah kebijakan dan political will yang dilakukan telah sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Artinya, pemerintah tetap memiliki pandangan bahwa kebijakan yang dikeluarkan telah didasari oleh niat baik dan benar. Muslikh Abdusysukur menempatkan kecerdasan emosional masyarakat dan kelompoknya dengan semangat: sabisa-bisa kudu bisa, pabisa-bisa, pasti bisa. Slogan yang persis sama dalam terminus Bahasa Sunda pernah dicetuskan oleh beliau saat pra Pilkada 2008 : Kahartos, Karaos, Buktos. Emosi kelokalan ini terus didengungkan selama lima tahun kepemimpinannya.
Ungkapan-ungkapan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Sukabumi waktu itu memang harus diinterpretasikan dengan konotasi positif sebab pemaknaan terhadap sebuah ungkapan dapat berubah sesuai dengan konteks dan penekanannya. Sebagian kelompok dapat mengartikan sabisa-bisa kudu bisa, pabisa-bisa, pasti bisa dengan konotasi negatif: menghalalkan berbagai cara. Ungkapan kahartos, karaos, kabuktos pun pada Pilkada 2013 menjadi slogan dari kelompok pro Mujarab karena mereka memandang Pasangan Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Sukabumi Mulyono-Jona seolah telah mendapatkan restu dari Muslikh Abdusysukur.
Sudah tentu Muslikh Abdusysukur yang saat itu masih menjabat sebagai Wali Kota akan memberikan restu kepada siapa pun yang akan mencalonkan sebagai Wali Kota dan Wakil Wali Kota Periode 2013-2018. Kecerdasan emosional yang diperlihatkan dalam program dan kegiatan Pemerintah Kota Sukabumi pada masa kepemimpinan Muslikh Abdusysukur pada akhirnya digunakan juga oleh keempat Pasangan Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Sukabumi dalam penyelenggaraan Pilkada 2013.
Pasangan Muraz-Fahmi sebagai peraih suara terbanyak dalam penyelenggaraan Pilkada 2013 pun bertekad melanjutkan apa yang telah diciptakan oleh pemimpin sebelumnya. Hal baru yang dilahirkan oleh Wali Kota dan Wakil Wali Kota Periode 2013-2018 adalah sebuah visi yang dapat dikategorikan lebih rendah-hati dari visi sebelumnya: Dengan Iman dan Takwa mewujudkan Pemerintahan yang Rahmatan Lil 'Alamin. Dari paradigma surgawi ke Rahmatan Lil 'Alamin memiliki arti visi dan misi Kota Sukabumi ke depan harus diarahkan kepada hal-hal yang lebih dekat dengan kehidupan di alam ini, harus menebarkan semangat rahmah, mendahulukan sikap welas dan asih.
Untuk mewujudkan Kota Sukabumi Yang Rahmatan Lil 'Alamin semangat kecerdasan emosional masa kepemimpinan Muslikh telah ditingkatkan ke semangat melahirkan kecerdasan spiritual. Kelompok Pro Muraz sering mengatakan beliau sebagai pemimpin bersih. Kecerdasan spiritual memang selalu identik dengan pemimpin yang bersih artinya menjalankan kepemimpinan sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Ada hal menarik yang diungkapan Mohamad Muraz beberapa saat setelah pelantikan, kepada konstituennya beliau mengatakan hanya akan satu periode saja menjabat sebagai Wali Kota Sukabumi. Karena dinilai terlalu dini diucapkan pada saat itu, kalimat ini sama sekali tidak terlalu viral baik di media cetak atau di masyarakat.
Kepemimpinan Muraz-Fahmi berakhir sebelum penyelenggaraan Pilkada 2018. Pada Pilkada tahun ini pasangan Fahmi-Andri (Faham) tampil sebagai peraih suara terbanyak (51,6%) atas pasangan calon lainnya. Bagi penulis, raihan suara di atas 50% merupakan sebuah keberhasilan yang signifikan jika dibandingkan dengan dua Pilkada Langsung sebelumnya. Kemenangan Faham sebesar itu mengindikasikan persaingan antar pasangan calon dalam penyelenggaraan Pilkada tahun ini tidak seketat lima tahun sebelumnya. Pandangan penulis terhadap keberhasilan paslon Faham ditentukan oleh tiga hal; pertama, tentu saja takdir. Kedua visi misi ditunjang oleh kinerja tim. Dan ketiga karena pasangan ini tidak memiliki kompetitor yang mumpuni.
Beberapa minggu paska penetapan pasangan calon terpilih oleh KPU Kota Sukabumi, Kang Fahmi bersama Kang Andri menyebutkan jika telah dilantik, beliau bersama Kang Andri akan memokuskan program dan kegiatan yang tercantum dalam visi dan misi saat kampanye. Visi Kota Sukabumi termuat dalam akronim Renyah (Religius, Nyaman, dan Sejahtera) jika dicermmati melalui pendekatan bahasa cendering lebih membumi dari kedua visi sebelumnya. Alur dinamika yang tampak selama satu setengah decade ini adalah: surgawi – alam – bumi.
Kata Renyah sendiri harus diartikan secara kontekstual sebab jika tidak diartikan sesuai dengan konteks dan perubahan makna secara positif (ameliorasi) kata renyah ini lebih memiliki konotasi kurang baik. Renyah secara leksikal memiliki arti gelisah, kering, dan rapuh (mudah patah). Ameliorasi yang terjadi pada kata ini, renyah telah menjadi kata dengan konotasi positif (enak). Artinya, visi dan misi Wali Kota dan Wakil Wali Kota Sukabumi tidak harus selalu terpusat pada penggunaan kata, kalimat, dan jargon melainkan ditentukan oleh program dan kegiatan yang lebih membumi.
Sejak pelantikan 20 September 2018, Pemerintah Kota Sukabumi telah memulai langkah dalam merealisasikan visi dan misi Wali Kota dan Wakil Wali Kota terpilih. Setiap OPD, Kantor, dan Dinas-dinas di Kota Sukabumi telah melakukan gebrakan baru, misalnya Disporapar telah menyelenggarakan Seminar Relasi Seni, Budaya, dan Ekonomi Kreatif untuk membangun Sukabumi sebagai kota yang berperadaban. Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Perhubungan, dan Dinas Pekerjaan Umum telah mengupayakan kawasan Lapang Merdeka sebagai kawasan bebas sampah. Dinas Koperasi, UKM, Perdangan, dan Perindustrian bersama Tim Sukabumi KECE (Kelurahan Entreupreneurship Center) telah melakukan koordinasi pembangunan Sukabumi Mart dan pelatihan-pelatihan kepada para pelaku usaha (UKM).
Beberapa hari lalu, sebagai ikhtiar kekinian dengan sasaran utama kaum millennial, Pemerintah Kota Sukabumi mengadakan Kabizza Fest di Lapang Merdeka. Acara ini melibatkan seluruh unsur masyarakat terutama para pelaku usaha dan komunitas-komunitas kreatif yang tersebar di Kota Sukabumi. Langkah ini merupakan titik awal bagi Kota Sukabumi dalam menghadapi era revolusi industri 4.0. Tiga pilar utama sebuah kota; government, civil society, dan private sector memang harus bahu-membahu dalam membawa Sukabumi sebagai kota berperadaban.
Posting Komentar untuk "Dari Paradigma Melangit ke Program Membumi"