Merdeka Belajar Merdeka Memilih Sekolah


Menteri Nadiem Makarim, sumber gambar: Wowkeren.com

Merdeka Belajar merupakan tagline baru di dunia pendidikan negara ini. Terma ini dikemukakan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim beberapa waktu lalu sebelum pandemi Covid-19. Karena dunia pendidikan selalu bersentuhan dengan ranah pemikiran, maka esensi penting Merdeka Belajar yaitu kemerdekaan dalam berpikir.

Sebelum pandemi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia telah mewacanakan konsep dan metode pembelajaran hibrida berbasis teknologi dan informasi. Keterpaduan antara ruang kelas dengan ruang virtual. Gayung bersambut, rencana ini menjadi satu keniscayaan dan harus dipraktikkan di dunia pendidikan setelah dunia dikejutkan oleh penularan virus korona sejak akhir Desember 2019 sampai sekarang.

Pemanfaatan teknologi dan informasi, big data, dan internet of think di dunia pendidikan sebenarnya telah berjalan selama 7 (tujuh) tahun lalu. Penyelenggaraan Ujian Nasional Berbasis Kompoter (UNBK), Ujian Akhir Madrasah, dan saat penerimaan peserta didik baru (PPDB). Di awal pengenalannya, pemanfaatan teknologi dan informasi memang merupakan hal baru bagi sebagian besar masyarakat. Meskipun pada praktiknya lebih mudah karena disiapkan untuk mempermudah pekerjaan, justru di awal keberadaannya, misalnya PPDB daring, menjadi hal yang dikhawatirkan oleh masyarakat.

Pemanfaatan teknologi dan informasi di dunia pendidikan sampai saat ini memang harus disosialisasikan secara telaten kepada masyarakat agar mereka lebih memahami manfaat besar darinya. Sekolah daring selama pandemi dapat dipandang sebagai simulasi langsung pemanfaatan internet of think ini. Para orangtua siswa seolah dipaksa menjadi lebih dekat dengan piranti-piranti lunak dan aplikasi pembelajaran.

Hal ini tidak dapat dimungkiri, karena fakta yang terjadi selama pembelajaran daring, soal-soal mata pelajaran justru lebih banyak dikerjakan oleh orangtua siswa. Situasi ini tidak perlu dikhawatirkan secara berlebihan, paling tidak pemanfaatan internet of think di dunia pendidikan dapat menjadi jembatan penghubung antara orangtua siswa sebagai generasi yang baru mengenal internet dengan para siswa yang justru telah lebih dahulu melek internet.

Merdeka Belajar sebagai paradigma baru di dunia pendidikan bukan hal baru sama sekali jika dihubungkan dengan tujuan kelahiran Negara Kesatua Republik Indonesia. Undang-Undang Dasar 1945 telah secara qath’i menyebutkan kehadiran NKRI salah satunya memiliki tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Elaborasi dari UUD 1945 ini telah melahirkan sejumlah regulasi turunan mulai dari Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional sampai pada Keputusan-keputusan di daerah yang berkaitan erat dengan pemajuan pendidikan. Penafsiran penting dari UUD 1945 yaitu setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan yang layak dengan tanpa melihat latar belakang bahkan keterbatasan fisik (disabilitas) sekalipun. Warga negara memiliki kemerdekaan menempati ruang-ruang pendidikan terutama ruang pendidikan sebagai sebuah pranata pendidikan bernama sekolah.

Sistem Terintegrasi Dunia Pendidikan

Pendidikan modern di dunia berkemajuan dicirikan oleh sistem yang tentintegrasi satu sama lain. Paling penting darinya dengan tetap memerhartikan nilai keadilan dan kemudahan bagi warga negara dalam mengakses pendidikan. Sebagai contoh sistem terintegrasi ini salah satunya pemanfaatan internet of think pada penerimaan peserta didik baru (PPDB) daring. Dari tahun ke tahun, sistem pendaftaran ini secara telaten dipraktikkan. Jalur-jalur pilihan saat mendaftar yang ditempuh oleh calon siswa antara lain; afirmasi, prestasi, dan zonasi.

Pembukaan jalur tempuh pendaftaran ini memiliki tujuan agar pendidikan diterima lebih merata oleh para siswa. Harus diakui, sampai saat ini untuk mengubah paradiga lama seperti memandang keberadaan “sekolah favorit”, “sekolah unggulan”, dan “sekolah di kota” masih memerlukan waktu agar cara pandang seperti itu memudar dan hilang sama sekali dalam diri masyarakat.

Walakin, regulasi yang diterbitkan oleh pemerintah pun harus memerhatikan proporsionalitas dan lokalitas kewilayahan. Misalnya, penerimaan peserta didik baru (PPDB) melalui jalur prestasi rapor, meskipun pendidikan merupakan hak setiap warga negara, namun jangan sampai merenggut hak warga negara lainnya. Sekolah-sekolah Negeri di satu kota atau kabupaten harus berupaya lebih memerhatikan pendaftar dari dalam wilayah melalui jalur apapun dalam proses PPDB. Hal tersebut memang harus dilakukan mengingat di wilayah lain juga pemerintah telah mendirikan sekolah-sekolah dengan fasilitas dan kualitas yang sama. Maka dalam proses PPDB melalui jalur prestasi ini, harus diisiapkan piranti yang lebih memperlihatkan keberpihakan kepada calon peserta didik wilayah setempat.

Fakta di atas memang dapat dijawab oleh proses PPDB jalur Zonasi, artinya pada jalur zonasi ini calon peserta didik baru di dalam satu wilayah diberikan kesempatan untuk memilih sekolah-sekolah terdekat dan mudah dijangkau. Meskipun sistem PPDB zonasi ini tetap diterima oleh masyarakat, namun perlu dievaluasi melalui kajian serius oleh pemerintah dan pemerhati pendidikan.

Masalah yang dihadapi dalam PPDB jalur zonasi di beberapa daerah seperti Kota Sukabumi untuk jenjang pendidikan SLTA (SMA) yaitu ketidakseimbangan antara jumlah kecamatan dengan ketersediaan sekolah. SMA Negeri 1 berada di Kecamatan Citamiang, SMA Negeri 2 (Kecamatan Gunungpuyuh), SMA negeri 3 dan 4 (Kecamatan Cikole), dan SMA Negeri 5 (Kecamatan Cibeureum). Di tiga kecamatan lainnya yaitu; Baros, Lembursitu, dan Warudoyong pemerintah belum membangun SMA Negeri yang memungkinkan mudah diakses oleh para peserta didik terutama saat berlangsung PPDB zonasi.

Sangat musykil para calon siswa dari Kelurahan Lembursitu dan Cikundul dengan rata-rata jarah tempuh 5-7 km ke sekolah harus bersaing dengan peserta didik dari Kecamatan Citamiang dan Cikole melalui PPDB zonasi. Sekolah merupakan lembaga suci, lembaga yang mengedepankan bagaimana kemerdekaan dalam berpikir hadir di sana, tentu saja harus diawali dengan pemikiran jernih dan mengedepankan sikap yang lebih bijak. Bagi warga masyarakat di tiga kecamatan tersebut tentu saja PPDB zonasi akan dilakukan dengan pertimbangan; mudah-mudahan diterima atau dalam terma Sukabumian dikenal istilah susuganan.

Mau tidak mau, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Sukabumi serta Provinsi Jawa Barat harus mengupayakan langkah strategis dan bijak untuk menjawab keterbatasan ruang mendapatkan pendidikan dan memasuki SMA Negeri di tiga kecamatan pada proses PPDB jalur zonasi. Apalagi jika siswa lulusan SMP dijadikan variabel dalam mengestimasi peluang siswa yang diterima di setiap kecamatan. Maka siswa di Kecamatan Lembursitu nampak lebih memiliki peluang kecil dan hampir tidak memiliki peluang diterima di SMA Negeri melalui jalur zonasi. Jumlah siswa lulusan SMP di Kecamatan Cikole berdasarkan data BPS Kota Sukabumi berjumlah 1900 lebih, dengan jumlah ini saja sulit bagi para siswa dalam satu kecamatan ini dapat diterima oleh SMA Negeri mengingat kuota yang disediakan per-sekolah untuk PPDB zonasi sebesar 180 siswa.

Membuka keran sebagai istilah pupoler dari menambahkan kuota calon peserta didik secara proporsional di setiap SMA Negeri memang lebih dapat diterima nalar daripada membiarkan munculnya praktik-praktik tidak terpuji di dunia pendidikan. Hal lain yang dapat ditempuh yaitu memberikan dispensasi jarak bagi setiap calon peserta didik di Kecamatan Baros, Lembursitu, dan Warudoyong saat mendaftarkan mandiri melalui jalur zonasi. Kehadiran dan Peran Sekolah Swasta

Berdasarkan data BPS Kota Sukabumi, sampai tahun 2020 jumlah sekolah menengan atas (SMA) negeri sebanyak 5 (lima) SMA dan sekolah menengah atas (SMA) swasta sebanyak 14. Tentu saja keberadaan sekolah-sekolah swasta tersebut memiliki tujuan agar peserta didik baru yang tidak lolos melalui seleksi PPDB dapat diterima di sekolah-sekolah swasta.

Meskipun demikian, sebesar 95% calon peserta didik baru akan menempuh seleksi terlebih dahulu melalui proses PPDB dengan harapan dapat diterima di sekolah tujuan. Kecamatan lain, kecuali lembursitu telah memiliki SMA swasta, artinya tetap saja keberadaan sekolah swasta juga harus mempertimbangkan jarak tempuh tempat tinggal peserta didik ke sekolah tujuan jika sistem zonasi bertujuan memeratakan sebaran peserta didik dengan jumlah sekolah yang ada di setiap wilayah.

Sekolah swasta yang telah mapan dan dilengkapi oleh fasilitas memadai, setara dengan fasilitas sekolah menengah atas negeri, tidak memiliki kesulitan mengikuti sistem yang telah ditetapkan. Walakin, bagi sekolah-sekolah swasta baru, masa PPDB merupakan perhelatan besar yang memungkinkan sekolah tersebut dapat bertahan eksistensinya. Sangat kentara perbedaannya, jika sekolah-sekolah negeri di masa PPDB ini menjadi rebutan para calon peserta didik, sementara sekolah swasta dituntut untuk mengembangkan cara dan strategi yang tepat untuk mendapatkan calon peserta didik baru.

Dengan demikian diperlukan koordinasi lebih serius antar lembaga pendidikan agar fenomena laten ini secara perlahan dapat terkikis. Paling tidak perhatian pemerintah kepada sekolah-sekolah swasta dalam penyediaan fasilitas dan peningkatan kualitasnya harus berbanding lurus dengan perhatian kepada sekolah-sekolah negeri.

Penerimaan Peserta Didik Baru melalui jalur-jalur yang dapat ditempuh bertujuan agar pemerataan peserta didik di setiap wilayah benar-benar mewujud dengan sarat di setiap kecamatan telah tersedia lembaga-lembaga pendidikan negeri yang mudah diakses oleh calon peserta didik. Jika sarat tersebut belum terpenuhi, seperti yang di Kecamatan Baros, Lembursitu, dan Warudoyong, diperlukan kebijakan yang tepat agar calon peserta didik tidak tercederai hak mendapatkan pendidikan berkulitas, merdeka belajar, dan mudah mengakses pendidikan.
Kang Warsa
Kang Warsa Sering menulis hal yang berhubungan dengan budaya, Bahasa, dan kasukabumian.

Posting Komentar untuk "Merdeka Belajar Merdeka Memilih Sekolah"