Ulang Tahun dan Big Data (Bag 2)

Ucapan “selamat ulang tahun” saat ini bukan hal aneh. Beberapa tahun sebelumnya, apalagi di masyarakat perdesaan, saat usia seseorang sampai pada tanggal kelahirannya jangan harap menerima ucapan “HBD” dari orang lain, apalagi dirayakan secara besar-besaran.

Berbeda dengan masyarakat yang hidup di era kemajuan infotech, ucapan selamat ulang tahun setiap tahun disampaikan oleh teman-teman kita, entah melalui media sosial atau media obrolan.

Media-media yang baru muncul dan mengalami ketenaran di medio antara tahun 2010-2020 ini mampu menangani mentalitas manusia modern dengan data-data yang mereka kumpulkan kemudian diolah, selanjutnya disimpulkan melalui pesan sederhana: ucapkan selamat ulang tahun kepada temanmu!


 

Informasi tentang diri kita, termasuk hal-hal yang bersifat privasi, tanpa kita sadari disetorkan begitu saja kepada pihak atau pengembang media sosial. Kita tidak memiliki kekhawatiran, pada suatu saat, informasi tentang diri kita akan bocor dan dapat diakses oleh orang lain.

Hal tersebut terjadi karena kita telah menaruh kepercayaan yang tinggi kepada media-media besar. Ini merupakan sebuah jaminan, namun hanya bagi diri sendiri saja.

Dan ada juga, orang yang masa bodoh dan tidak pernah mempersoalkan apa itu wilayah privasi? Apa ruginya memberikan informasi mengenai diri kita kepada pihak Facebook, Instagram, Twitter, Google, dan media sejenisnya. Karena, informasi tentang diri kita memang tidak terlalu penting-penting amat bagi orang lain.

Sekarang ini kita sedang hidup di era big data, artinya sekecil apapun informasi akan masuk ke dalam alat (misalnya server) sebagai bahan baku yang siap diolah untuk disusun menjadi kebijakan dan rekomendasi tindakan bagi pemilik informasi.

Atau mereka dapat saja menjalin kerja sama dengan pihak lain, kemudian memberikan saran dan rekomendasi tentang kencenderungan sikap masyarakat tertentu dalam memandang persoalan tertentu.

Orang-orang Sukabumi yang membuat status di Facebook seperti saya, artinya sedang memberikan sajian tentang perasaan, pikiran, dan kondisi mental kita saat itu. Informasi ini dikirim ke dalam server, dikumpulkan, kemudian diolah secara virtual, dan muncullah iklan-iklan produk yang sesuai dengan kondisi kita saat ini.

Bahkan dengan tanpa membuat status pun, hanya dengan membaca kebiasaan kita; membuka, menyentuh, dan mengeklik halaman-halaman yang ada di dalam media sosial, mesin virtual sudah dapat membaca dan menyalin data perilaku kita.

Tidak mengherankan, dalam waktu dekat ini, gawai-gawai canggih yang digunakan oleh umat manusia akan dilengkapi dengan stimulus dan respon terhadap perasaan. Mungkin, ponsel masa depan saat ditinggalkan oleh pemiliknya akan merasa sedih, stress, dan tertekan. Kendati, faktanya justru diri kita lah yang tidak pernah lepas dan terus melekat dengan gawai canggih.

Kebocoran data para pesohor negeri beberapa minggu ini yang melibatkan seorang hacker bernama Bjorka telah membuat para petinggi negeri (baca pemegang kebijakan) meredefinisi tentang “data privasi”. NIK, Nama, Tanggal Lahir, dan Alamat telah dipandang sebagai data pribadi namun bersifat terbuka. Alasannya sederhana, sebab data-data ini memang bias diakses oleh pihak tertentu.

Kebocoran data-data penting milik negara patut diduga oleh beberapa hal. Pertama, kita terlalu mamandang secara berlebihan terhadap dunia digital. Hampir setiap lembaga negara memiliki dan mengembangkan berbagai aplikasi pelayanan yang mengharuskan masyarakat mengirimkan data dan informasi mereka.

Kedua, pemerintah sudah seharusnya tidak melibatkan pihak ketiga dalam pembuatan aplikasi yang berhubungan dengan data dan informasi penting. Namun ketika seluruhnya dikerjakan oleh pegawai pemerintah pun, masih belum ada jaminan informasi tidak bocor kepada pihak lain tanpa aturan dan komitmen yang benar.

Ketiga, rata-rata masyarakat di negara dunia ketiga memang memiliki mentalitas latah, mudah terhipnotis oleh hal baru, kemudian memandang hal baru seperti gawai canggih dan media-media pengiringnya sebagai sejawat dan pasangan. Kita benar-benar hanyut ke dalam banjir perkembangan dan kemajuan infotech.

Oleh sebab itu, kita harus lebih waspada dalam memperlakukan dan memberikan informasi diri kita kepada pihak lain, pihak ketiga, media sosial, dan media obrolan. Peristiwa sekecil apapun di masa kini akan berdampak besar di masa depan.
Kang Warsa
Kang Warsa Sering menulis hal yang berhubungan dengan budaya, Bahasa, dan kasukabumian.

Posting Komentar untuk "Ulang Tahun dan Big Data (Bag 2)"