Memahami Paradigma Pembangunan Kota Sukabumi (Bagian Pertama)



Tahun 2023 merupakan tahun kelima kepemimpinan Wali Kota dan Wakil Wali Kota, H. Achmad Fahmi dan H. Andri Setiawan Hamami. Pemerintah Kota Sukabumi telah melakukan cara dan pendekatan baru dalam pembangunan perkotaan sejak kepala daerah ditetapkan pada 2018.

Harus diakui, lima tahun hanya menjadi bagian kecil dari rencana pembangunan jangka panjang daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah dituntut benar-benar melakukan pembangunan secara holistik, memahami apa yang sebaiknya dikerjakan, terlepas apakah pembangunan ini memenuhi janji politik atau tidak sama sekali. Hal paling penting darinya yaitu membangun daerah dengan memerhatikan paradigma pembangunan itu sendiri.

Paradigma pembangunan sebagai cara pandang dalam membangun daerah untuk mencapai kualitas hidup manusia, dalam hal ini warga Kota Sukabumi. Selama lima tahun kepemimpinan H. Achmad Fahmi dan H. Andri Setiawan Hamami, pemerintah daerah telah berupaya agar pembangunan benar-benar mencakup berbagai fitur kehidupan. Bukan sekadar menyelesaikan masalah-masalah fisik, juga membangun kesadaran dan psikologi warga.

Pembangun fisik memang masih menjadi domain pemerintah daerah dengan beberapa pertimbangan; sarana dan prasarana masih memerlukan perbaikan, pembangunan fisik lebih terukur –baik dalam penentuan anggaran, proses pengerjaan, capaian output, dan hasil pembangunannya–, dan pembangunan fisik memang selalu menempati skala prioritas tertinggi dalam setiap musyawarah pembangunan di wilayah.


Pembangunan Lapang Merdeka Terintegrasi

Beberapa pembangunan fisik dalam skala besar di Kota Sukabumi di antaranya: Pedestrian Jl. Ir H. Djuanda (Dago), trotoar, titik nol kilometer Kota Sukabumi, Lapang Merdeka, Alun-Alun, Revitalisasi Jl. Harun Kabir, Plasa Kota Sukabumi, dan optimalisasi pasar rakyat. Di samping keberhasilan tersebut, kita juga harus membuka diri dan bersikap jujur terhadap beberapa pembangunan yang masih memerlukan perbaikan seperti Proyek Cipelang Bersih, pemanfaatan lahan bekas terminal Degung, dan rencana pembangunan yang belum tersentuh selama lima tahun ini.

Keberhasilan pembangunan fisik merupakan hal wajar karena didukung oleh ketersediaan anggaran. Maka, merujuk pada paradigma pembangunan, hal paling penting dari pembangunan berbasis anggaran yaitu pembangunan harus dapat meningkatkan kualitas hidup manusia, menaikkan derajat kehidupan, dan memiliki surplus sebagai outcome.

Sesuai dengan rencana pembangunan jangka panjang daerah (RPJPD), tiga sektor menjadi skala prioritas pembangunan Kota Sukabumi, meliputi; pendidikan, kesehatan, dan daya beli. Semuanya harus berbanding lurus dengan regulasi yang diterbitkan oleh pemerintah daerah serta bersesuaian dengan peraturan pemerintah pusat.


Aspirasi Pembangunan Melalui Musrenbang

Dengan menelisik tiga sektor utama pembangunan di atas, Pemerintah Kota Sukabumi sebenarnya telah memahami apa yang harus dikerjakan untuk melahirkan pendidikan berkualitas, kesehatan bagi warga, dan stabilitas pendapatan per kapita warganya. Tiga sektor pembangunan ini juga sudah tentu menjadi proyek besar pemerintah pusat. Dalam beberapa hal, pemerintah daerah hanya perlu menjalankan amanat pembangunan yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat. Selain itu, pembangunan daerah juga mendapatkan dukungan dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Maka, waktu selama lima tahun ini, seperti yang saya lihat, Pemerintah Kota Sukabumi telah cukup berhasil menunaikan amanat pembangunan dari pusat dan provinsi.

Beberapa kritik disampaikan oleh warga kota. Pemerintah Kota Sukabumi memang diharuskan menerima kritikan sebagai cara yang ditempuh oleh warga untuk mengemukakan dan menguraikan masalah-masalah yang mereka rasakan. Walakin, Pemerintah Kota Sukabumi tidak selalu harus memberikan jawaban langsung terhadap setiap kritik apalagi yang mengarah pada tindakan argumentum ad hominem (melakukan kritik sekaligus menguliti pribadi). Pemerintah daerah hanya perlu menjawab kritik yang mengedepankan rasionalitas, demi kemaslahatan bersama, dan mengabaikan kepentingan kelompok.

Saya beri contoh, laporan dan keluhan warga terhadap keberadaan berandal bermotor yang sering mengganggu ketenteraman, penuntasannya harus ditempatkan sebagai prioritas oleh pemerintah daerah. Keresahan yang ditimbulkan oleh perilaku kasar berandalan bermotor ini beririsan dengan pembangunan di sektor keagamaan dan pendidikan. Anak-anak hingga usia remaja secara sukarela memasuki perkumpulan berandal bermotor dapat saja karena rawan ekonomi, atau memang mengalami degradasi kesehatan mental. Artinya, munculnya patologi sosial tidak lepas dari arah dan kebijakan pembangunan. Terhadap kasus yang disebabkan oleh berandalan bermotor, pemerintah daerah harus memiliki resep ampuh agar kejadian dehumanisasi seperti penganiayaan terhadap orang tidak bersalah tidak terulang kembali.


Proyek Cipelang Herang (Radar Sukabumi)

Pemerintah Kota Sukabumi telah menerima penghargaan sebagai “Kota Ramah Anak” bahkan setiap sekolah telah menempatkan diri sebagai “Sekolah Ramah Anak”. Kemunculan kasus yang melibatkan anak-anak sekolah sekaligus menjadi korban kekerasaan oleh sesamanya sudah harus menjadi permasalahan penting. Apakah fenomena sosial ini disebabkan oleh cara kurang tepat keluarga, masyarakat, dan lembaga pendidikan dalam memperlakukan anak-anak di zaman sekarang? Atau, apakah regulasi yang diterbitkan oleh pemerintah justru memperlemah tindakan yang sebaiknya dilakukan terhadap anak? Regulasi yang lemah cenderung membuai anak-anak daripada menyadarkan mereka.

Apakah karena setiap tindakan keras yang bertujuan mendidik anak-anak justru dipandang bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia di saat tindakan kriminal dilakukan oleh anak-anak justru telah melanggar hak paling dasar manusia? Pertanyaan-pertanyaan ini harus dimunculkan dan dijawab di dalam setiap kegiatan musyawarah pembangunan dari tingkat kelurahan hingga kota.

Pemerintah daerah bukan tidak pernah mengupayakan penuntasan persuasif dan edukatif terhadap kegiatan kriminalitas anak-anak dan remaja. Tahun 2020 dan 2021, Polres Kota Sukabumi menyelenggarakan program Rumah Kreatif Milenial (RKM). Anak-anak dan remaja diberikan vokasi atau berbagai kecakapan dari mulai yang bersifat konvensional hingga soft-skill. Kegiatan ini didukung oleh pemerintah daerah karena beririsan dengan program pemberdayaan generasi Z atau milenial.


P2RW di Kota Sukabumi

Kegiatan-kegiatan pelatihan memang tidak dimaksudkan agar kelompok milenial mendapatkan pekerjaan di perusahaan. Pembekalan kecakapan ini ditujukan agar mereka memiliki kemampuan wirausaha dan dapat diaplikasikan dalam kehidupan. Kreativitas menjadi mantra menarik yang sering digaungkan akhir-akhir ini. Dengan bahasa sederhana dapat disimpulkan, daripada hanya berkumpul di jalanan, kelompok milenial lebih baik dilatih agar memiliki kecakapan.

Apakah program-program pelatihan oleh Pemerintah Kota Sukabumi telah berhasil? Keberhasilan pembangunan bukan sebuah klaim melainkan harus terukur. Apakah setelah pelatihan para remaja dari kelompok milenial ini telah menjalankan usaha atau justru masih tetap sebagai pencari kerja di saat muncul kesempatan kerja? Jadi, siapa saja tidak dapat mengeklaim keberhasilan atau kegagalan pembangunan tanpa dilengkapi oleh fakta dan data. Era kemajuan teknologi informasi ditandai oleh sajian data dalam setiap program.

Di samping itu, jika saja keberhasilan hanya ditentukan oleh penyerapan materi pelatihan , maka setiap pelatihan memang telah berhasil. Para remaja atau siapa saja yang pernah mengikuti pelatihan selalu mengharapkan tindak lanjut dan stimulasi pendanaan dari pemerintah. Paling tidak, program pelatihan generasi milenial ini menjadi salah satu ikhtiar Pemerintah Kota Sukabumi untuk memberikan pemahaman yang tepat bagi para remaja dari pada mereka memilih menjadi bagian dari berandal bermotor.


Plaza Balai Kota Sukabumi

Sebagian pihak juga menuntut agar pemerintah daerah tidak terlalu memfokuskan pembangunan di wilayah perkotaan saja. Pembangunan fisik berskala besar harus menyentuh wilayah di luar radius perkotaan. Meskipun pemerintah daerah telah merealisasikan kebijakan P2RW, tidak semua pembangunan fisik berskala besar dapat dituntaskan oleh anggaran yang diterima oleh para ketua RW untuk membangun wilayahnya masing-masing. Pembangunan di pusat perkotaan – untuk saat ini masih dikatakan wajar – mengingat beberapa hal; pertama, pemerintah sebelumnya tidak pernah menyentuh pembangunan fisik yang dikerjakan di masa kepemimpinan H. Achmad Fahmi dan H. Andri Setiawan Hamami. Lapang Merdeka dan Alun-Alun tidak tersentuh revitalisasi berskala besar selama dua dekade lebih.

Kedua, rencana pembangunan di luar radius perkotaan belum dipandang krusial karena tidak pernah ditempatkan sebagai skala prioritas pembangunan, maka dapat menjadi alasan pembangunan di luar radius wilayah perkotaan ditunda dan akan dikerjaan di masa yang akan datang. Ketiga, jangan pernah mengatakan “karena tidak ada anggarannya”. Program berbasis anggaran diajukan oleh warga sendiri, anggaran tidak akan dikeluarkan tanpa usulan dan rencana yang matang.

Posting Komentar untuk "Memahami Paradigma Pembangunan Kota Sukabumi (Bagian Pertama)"