Memahami Paradigma Pembangunan Kota Sukabumi (Bagian 4)



MILIARAN data dikirimkan oleh manusia ke dalam server-server virtual. Belanja secara daring meskipun disebut cara paling aman untuk menghindari kerumunan, namun masyarakat harus tetap waspada kepada kurir dan paket yang diterima. Isu yang berkembang seputar penjualan daring yaitu penyebaran virus melalui paket kiriman menambah kisah baru di masa pandemi. Kemunculan isu seperti ini bukan hoaks melainkan sebagai anjuran agar masyarakat lebih berhati-hati di saat berbelanja secara daring.

Sepengetahuan saya, Pemerintah Kota Sukabumi di awal pandemi telah menyiapkan situs web khusus yang memuat seputar pandemi agar aliran informasi dari pemerintah kepada masyarakat tidak tersumbat. Sayang sekali, pemerintah kota tidak menyiapkan saluran komunikasi dua arah dan media untuk memantau pergerakan isu di lapangan selama pandemi.

Ketersediaan instrumen pendeteksi gerakan data di media sosial memang telah menjadi domain pemerintah pusat. Walakin, pemerintah daerah harus memiliki tim teknis untuk mengambil dan mengolah data-data berisi isu krusial seputar pandemi, keluhan, dan informasi yang diberikan langsung oleh masyarakat. Ketersediaan hasil pengolahan data ini dibutuhkan agar regulasi dan kebijakan yang diterapkan pemerintah berjalan efektif dan tepat sasaran.

Di samping itu, masyarakat –berdasarkan pantauan keluhan mereka melalui media sosial - memerlukan kepastian dari sejumlah regulasi yang diterbitkan oleh masyarakat di bidang perekonomian. Apa saja cara dan strategi yang sebaiknya ditempuh oleh masyarakat agar mereka tetap bisa bertahan hidup, aktivitas dan kegiatan perekonomian tetap berjalan.

Lalu-lintas data selama satu setengah tahun pandemi memuat beberapa tajuk utama antara lain; ajakan penerapan protokol kesehatan, pembatasan sosial berskala besar (PSBB), dan isu lainnya yang berkaitan dengan pandemi. Tanpa pengawasan pada saluran data dan informasi di daerah, isu dan informasi bohong dapat dengan mudah disiarkan dan dipublikasikan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Informasi bohong, bagaimanapun selalu mudah dipercaya ketika psikologi warga sedang disekap rasa was-was dan labil.

Pemerintah Kota Sukabumi melalui Dinas Komunikasi dan Informasi telah mencanangkan Kota Cerdas (Smart City). Gambaran yang terlintas dalam benak siapapun tentang kota cerdas ini yaitu adanya kemampuan dan tekad pemerintah dalam menyiapkan fasilitas berbasis teknologi yang mudah diakses oleh masyarakat. Misalnya, penyediaan internet gratis di ruang publik dari areal perkotaan hingga pelosok.

Konsep ideal seperti penyediaan internet gratis memang sulit diwujudkan dengan beberapa pertimbangan. Pertama, akses internet terbuka tanpa sistem keamanan yang kuat akan mudah dijadikan jembatan untuk melakukan pencurian data dari ponsel yang terhubung ke dalam jaringan oleh pihak tidak bertanggung jawab. Kedua, akses internet sudah sedemikian mudah didapatkan oleh masyarakat dengan harga terjangkau dibandingkan beberapa tahun lalu ketika pertama kali internet dikomersilkan dalam bentuk paket data.

Ketiga, pembangunan kota cerdas (Smart City) bukan sekadar ada keterhubungan antara pemerintah dengan masyarakat melalui jejaring virtual, melainkan bagaimana pemerintah dapat mewujudkan agar masyarakat dapat menggunakan internet dan fasilitas yang berkaitan dengannya secara cerdas. Kepemilikan ponsel cerdas lantas digunakan secara terus-menerus tanpa memperhatikan kondisi sosial dan ruang nyata, justru telah melahirkan masyarakat anomi yang tidak menyadari keberadaan diri dan potensi dirinya.

Untuk mewujudkan kota cerdas, Pemerintah Kota Sukabumi harus menentukan skema yang tepat terlebih dahulu dan memberikan upaya pencerdasan kepada masyarakat agar perkembangan teknologi informasi benar-benar dimanfaatkan untuk memperkokoh kearifan lokal. Teknologi informasi memang dapat memberikan kemudahan kepada orang-orang yang dapat mengaksesnya, namun tanpa kesadaran dalam memperlakukannya justru akan lebih banyak mengubur potensi yang ada di dalam diri manusia. Kota cerdas tidak ditujukan untuk membangun pemerintah dan masyarakat yang memilih cara mudah agar viral dan populer, melainkan bagaimana teknologi informasi dimanfaatkan dalam memaksimalkan potensi yang ada dalam diri manusia.

Kota cerdas bukan berarti sebuah kota telah membekali dirinya dengan piranti-piranti modern dan canggih sementara kesadaran dan pemahaman warganya justru masih berada di bawah kendali dan mudah didikte oleh media. Sejauh ini, rata-rata manusia memang masih dapat dengan mudah didikte oleh media. Tajuk-tajuk yang diproduksi oleh media massa, dari cetakan hingga daring dapat dengan mudah mendikte alam pikiran dan wacana yang berkembang dalam kehidupan. Pemerintah Kota Sukabumi sebaiknya memiliki piranti lunak (misalnya aplikasi) sebagai katalisator peningkatan literasi digital masyarakat.

Kegiatan Indo Smart City 2022 di Solo satu tahun lalu, telah saya publikasikan di Harian Radar Sukabumi. Dari kegiatan tahunan ini dapat disimpulkan kota cerdas bukan hanya mewujud sebagai kota yang benar-benar terkoneksi melalui jaringan internet. Justru, dengan meningkatkan kecerdasan alami warganya, sebuah kota akan otomatis menjadi kota cerdas. Ketika mayoritas warga kota lebih sibuk menatap layar ponsel tanpa mengalihkan pandangannya ketika disapa oleh orang lain, bukan ciri utama kota cerdas. Fenomena seperti ini merupakan gambaran masyarakat yang peradabannya telah terdistorsi oleh perkembangan teknologi informasi.

Kehadiran teknologi –seperti mudah dan murahnya ponsel cerdas dimiliki oleh setiap orang- menjadi lebih maksimal penggunaannya selama pandemi. Ponsel cerdas selain digunakan mengakses media sosial, juga digunakan untuk kegiatan-kegiatan lain yang sebelumnya jarang dilakukan sebelumnya, seperti; bekerja dari rumah, belajar dari rumah, dan belanja dari rumah. Kehadiran warga Kota Sukabumi di jagat maya sepanjang pandemi ditaksir sekitar 6-8 jam per hari. Jika dikonversikan ke dalam data internet (misalnya untuk menonton video), warga Kota Sukabumi menggunakan sekitar 8 GB data per hari.

Pandemi menjadi pemicu kebutuhan warga Kota Sukabumi terhadap fitur-fitur digital. Situasi ini merupakan kabar baik bagi Pemerintah Kota Sukabumi untuk mewujudkan kota cerdas yang telah diprogramkan sejak kepemimpinan M. Muraz. Salah satu contoh perwujudan kota cerdas dalam dunia digital di antaranya, pemerintah bersama dinas dan OPD selayaknya menyajikan informasi berkualitas kepada warga masyarakat dengan spektrum dari berbagai sudut pandang. Pemberitaan tidak hanya sekadar menginformasikan kegiatan juga menyajikan informasi penting latar belakang, imbas, serta partisipasi terhadap kegiatan yang dilakukan. Informasi berkualitas ini sangat penting bagi masyarakat sebagai bentuk rekomendasi kepada mereka dalam mewujudkan visi pembangunan pemerintah.

Pandemi berdampak pada setiap fitur kehidupan, terutama bidang kesehatan. Pemerintah pusat dan daerah sama sekali tidak pernah menghadapi krisis kesehatan yang ditimbulkan oleh serbuan makhluk renik bernama virus dalam skala besar. Kebijakan yang diambil juga pada akhirnya hanya bersifat tentatif. Bantuan Sosial (Bansos) menjadi program pilihan pemerintah karena situasi dan kondisi dinyatakan benar-benar darurat. Bantuan Sosial didistribusikan oleh pemerintah pusat, provinsi, dan kota melalui kecamatan dan kelurahan kepada masyarakat yang rawan pangan. Pendistribusian bantuan sosial dinilai cara terbaik untuk mengantisipasi kekurangan pangan di masyarakat.

Sebagian pihak memberikan pandangan, regulasi yang baik ini justru sering dijadikan lahan subur oleh para oknum untuk memperkaya diri sendiri. Konten dan isi satu paket kebutuhan pokok seharusnya sesuai dengan standar yang ditetapkan justru berisi kebutuhan di bawah nilai standar. Misalnya, paket bantuan sosial seharusnya berisi minyak goreng bermerek malah diganti oleh minyak goreng kelas dua. Oknum-oknum seperti ini memang selalu menjadi bagian dari kisah kehidupan pemerintah kita dari hulu hingga hilir. Diikuti oleh kasus beberapa oknum yang melakukan penimbunan bantuan sosial atas alasan pendistribusian ditunda terlebih dahulu mengingat medan tempuh pengiriman paket bantuan sangat berat.

Oknum-oknum tidak pernah memiliki pikiran tentang akhirat, meskipun mereka selalu mengikuti kajian-kajian keagamaan, yang ada dalam benak mereka adalah bagaimana Aku dan kelompokku bisa mengambil keuntungan finansial, material, dan politik dari kegiatan yang didanai oleh uang rakyat. Kejadian seperti ini mungkin tidak terajadi di Kota Sukabumi. Walakin, pembangunan sumber daya manusia memiliki tantangan besar hingga saat ini. Kejadian penyalahgunaan penyaluran bantuan sosial menjadi salah satu alasan pembangunan mental dan spiritual sudah seharusnya menjadi domain pemerintah dari pusat hingga daerah.

Posting Komentar untuk "Memahami Paradigma Pembangunan Kota Sukabumi (Bagian 4)"