Arah pembangunan pemerintah pusat mulai mengalami pergeseran ke pembangunan berkelanjutan sekaligus ramah lingkungan. Artinya, kendati pembangunan selalu berdampak tidak baik terhadap lingkungan, paling tidak, sikap pemerintah mulai berimbang dalam mengatasi dampak negatif pembangunan melalui kebijakan pembangunan hijau dan ramah lingkungan.
Semua pihak tentu saja dituntut terlibat dalam hal ini. Isu pemanasan global menjadi hal krusial yang dihadapi oleh manusia modern, dampaknya memang telah dirasakan langsung. Jika sebelumnya, misalnya di awal abad ke-21, pemanasan global hanya sebatas wacana, dan dampaknya belum kita rasakan saat itu.
Namun akhir-akhir ini, tanpa disadari, sebagian besar penduduk dunia mulai menyadari tentang cuaca ekstrem, peningkatan rata-rata suhu harian, kualitas udara yang rendah, persampahan, kenaikan permukaan air laut, es yang mencair di dua kutub, dan ketersediaan air bersih yang mulai menurun kualitas dan kuantitasnya.
Warga Kota Sukabumi, pada tahun 80-90an mungkin tidak merasakan langsung dampak pemanasan global karena kondisi alam masih terjaga dan pencemaran udara masih dapat dikatakan rendah jika dibandingkan dengan 10 dekade terakhir. Cuaca panas dan ektrem hanya dialami oleh masyarakat di kota-kota besar saat itu.
Walakin, apa yang terjadi dan dialami oleh warga di kota-kota besar, secara perlahan pada akhirnya mulai dirasakan juga oleh warga Kota Sukabumi. Panas dan gerah di malam hari, peningkatan penjualan pendingin ruangan, dan keiankan rata-rata suhu harian menjadi tajuk bahasan sejak lima tahun terakhir.
Sebagian besar masyarakat urban, seperti halnya di Kota Sukabumi, mungkin hanya sebatas mempertanyakan: kenapa wilayah yang dulu terkenal dingin dan lembab, akhir-akhir ini justru sudah serupa dengan kondisi kota-kota besar?
Dari pertanyaan sederhana ini, pemerintah telah mencoba mencari jawaban melalui isu prioritas di bidang lingkungan. Tidak hanya di Kota Sukabumi, seluruh daerah mulai menggagas pembangunan ramah lingkungan.
Tiga Isu Prioritas Pembangunan Ramah Lingkungan
Tiga isu prioritas pembangunan di bidang lingkungan menyasar masalah krusial yang harus segera ditangani karena memiliki dampak bersayap terhadap kualitas hidup masyarakat. Ketiga isu ini meliputi: pengelolaan persampahan, kulitas dan kuantitas air bersih, serta penanggulangan kebencanaan. Kendati demikian, masih ada isu penting yang harus menjadi tajuk utama pembahasan yaitu alih fungsi lahan.
Jumlah produksi sampah telah mencapai 180 ton per hari. Angka ini terdiri dari sampah yang tercatat secara resmi oleh Dinas Lingkungan Hidup yang masuk ke Tempat Pengelolaan Akhir (TPA), Cikundul. Maka dapat ditaksir, masih banyak sampah-sampah rumah tangga yang belum terhitung karena dibuang sembarangan begitu saja.
Kisah pengelolaan sampah di Kota Sukabumi telah memasuki babak baru. Pertama, daya tampung TPA diprediksi hanya akan bertahan selama 3-5 tahun ke depan. Kedua, pemerintah telah mencoba membangun TPS3R, tempat pembuangan sampah yang dapat mereduksi jumlah sampah sebelum sampai ke hilir.
Melaui TPS3R ini, pemerintah telah mengupayakan pemilihan dan pemilahan sampah, selain untuk mereduksi jumlah sampah, dengan cara ini sampah dapat memiliki nilai ekonomis. Antusias dan keterlibatan masyarakat sekitar TPS3R telah terlihat. Pemerintah hanya perlu memberikan dukungan, penyadaran kepada masyarakat, dan mereplikasi ketersediaan TPS3R di setiap kelurahan.
Ketersediaan air bersih dipengaruhi oleh alih fungsi lahan yang telah menghilangkan sumber-sumber resapan saat hujan turun. Debit air di beberapa wilayah yang memiliki kontur alam berbukit, bertanah merah, waruga tanah miring ke selatan, sedikit ditumbuhi oleh pepohohan tidak sebanding dengan wilayah lain yang terletak di utara Sukabumi.
Alih fungsi lahan dan semakin minimnya ruang terbuka hijau ini tentu saja akan memubadzirkan air saat hujan turun. Air hujan tidak sepenuhnya diserap oleh tanah, melainkan mengalir begitu saja di jalanan, terbuang ke sungai, sesekali menimbulkan masalah serius menjadi banjir.
Lima belas tahun lalu, Pemerintah Kota Sukabumi mulai menggalakkan ketersediaan sumur resapan atau biopori di beberapa wilayah. Hanya saja kebijakan ini terhenti. Akhir-akhir ini kita justru lebih banyak mengeluarkan kebijakan dalam hal penyediaan air bersih dengan membangun sumur artesis tanpa mempertimbangkan debit cadangan air dan ketersediaannya di musim kemarau.
Padahal, sudah semestinya pembangunan dan penyediaan sumur artesis ini berbanding lurus dengan kebijakan pembuatan sumur resapan dan penanaman pohon sebagai gudang penyimpanan ketersediaan air di musim kemarau.
Kebencanaan menjadi isu prioritas lingkungan hidup mengingat sekitar 167 bencana alam terjadi di Kota Sukabumi selama tahun 2023 sampai awal tahun 2024. Bencana alam, diakui atau tidak sebenarnya berkelindan dengan cara manusia dalam memperlakukan lingkungan.
Alam memiliki cara sendiri dalam menyeimbangkan kembali ketertataannya agar tidak terjadi dampak yang lebih mengerikan bagi manusia. Contohnya, saat manusia di sebuah kawasan melakukan pengursakan terhadap alam, menebangi pepohonan, dan mengalihfungsikan lahan dari produktif ke pemukiman, maka alam akan menyeimbangkannya dengan dampak yang terjadi; peningkatan gas karbon, kenaikan suhu harian, dan cuaca yang tidak menentu.
Warga Kota Sukabumi harus mulai menyadari bagaimana menata kembali hubungan dengan alam dalam bingkai hablun min al-alam. Kesadaran terhadap hidup kita memang berdampingan dengan alam menjadi satu penawar bagaimana kita menjadi agen dalam proses keseimbangan alam.
Ilmu Fisika mengenal teori butterflay effect, ketika produksi kendaraan bermotor dan penjualannya terus mengalami peningkatan, dapat dipastikan, 5 hingga 10 tahun mendatang akan muncul efek atau dampak yang dirasakan oleh manusia sebagai makhluk hidup. Dampak ini tidak hanya dialami oleh manusia melainkan oleh makhluk hidup secara keseluruhan.
Alam memiliki cara sendiri bagaimana menyeimbangkan kembali tatanan semesta kendati dipandang merugikan manusia. Memang begitulah alam, dengan hukum-hukumnya akan memberikan jawaban yang tepat terhadap setiap tingkah laku manusia. Sebesar atau sekecil apa pun manusia membuat kerusakan, alam akan tetap mematuhi setiap hukum yang telah menyertainya sejak alam ini terbentuk.
Hanya dengan membangun kesadaran lah, ketiga isu prioritas lingkungan hidup dapat dengan segera teratasi. Tanpa kesadaran, program dan kebijakan pembangunan sebaik apa pun hanya akan memenuhi ruang-ruang wacana tanpa solusi. Seperti mudah, namun cara meningkatkan kesadaran manusia ini memerlukan sejumlah strategi yang tepat dan kompleks.
Dimuat SukabumiUpdate, 1 Juni 2024
Semua pihak tentu saja dituntut terlibat dalam hal ini. Isu pemanasan global menjadi hal krusial yang dihadapi oleh manusia modern, dampaknya memang telah dirasakan langsung. Jika sebelumnya, misalnya di awal abad ke-21, pemanasan global hanya sebatas wacana, dan dampaknya belum kita rasakan saat itu.
Namun akhir-akhir ini, tanpa disadari, sebagian besar penduduk dunia mulai menyadari tentang cuaca ekstrem, peningkatan rata-rata suhu harian, kualitas udara yang rendah, persampahan, kenaikan permukaan air laut, es yang mencair di dua kutub, dan ketersediaan air bersih yang mulai menurun kualitas dan kuantitasnya.
Warga Kota Sukabumi, pada tahun 80-90an mungkin tidak merasakan langsung dampak pemanasan global karena kondisi alam masih terjaga dan pencemaran udara masih dapat dikatakan rendah jika dibandingkan dengan 10 dekade terakhir. Cuaca panas dan ektrem hanya dialami oleh masyarakat di kota-kota besar saat itu.
Walakin, apa yang terjadi dan dialami oleh warga di kota-kota besar, secara perlahan pada akhirnya mulai dirasakan juga oleh warga Kota Sukabumi. Panas dan gerah di malam hari, peningkatan penjualan pendingin ruangan, dan keiankan rata-rata suhu harian menjadi tajuk bahasan sejak lima tahun terakhir.
Sebagian besar masyarakat urban, seperti halnya di Kota Sukabumi, mungkin hanya sebatas mempertanyakan: kenapa wilayah yang dulu terkenal dingin dan lembab, akhir-akhir ini justru sudah serupa dengan kondisi kota-kota besar?
Dari pertanyaan sederhana ini, pemerintah telah mencoba mencari jawaban melalui isu prioritas di bidang lingkungan. Tidak hanya di Kota Sukabumi, seluruh daerah mulai menggagas pembangunan ramah lingkungan.
Tiga Isu Prioritas Pembangunan Ramah Lingkungan
Tiga isu prioritas pembangunan di bidang lingkungan menyasar masalah krusial yang harus segera ditangani karena memiliki dampak bersayap terhadap kualitas hidup masyarakat. Ketiga isu ini meliputi: pengelolaan persampahan, kulitas dan kuantitas air bersih, serta penanggulangan kebencanaan. Kendati demikian, masih ada isu penting yang harus menjadi tajuk utama pembahasan yaitu alih fungsi lahan.
Jumlah produksi sampah telah mencapai 180 ton per hari. Angka ini terdiri dari sampah yang tercatat secara resmi oleh Dinas Lingkungan Hidup yang masuk ke Tempat Pengelolaan Akhir (TPA), Cikundul. Maka dapat ditaksir, masih banyak sampah-sampah rumah tangga yang belum terhitung karena dibuang sembarangan begitu saja.
Kisah pengelolaan sampah di Kota Sukabumi telah memasuki babak baru. Pertama, daya tampung TPA diprediksi hanya akan bertahan selama 3-5 tahun ke depan. Kedua, pemerintah telah mencoba membangun TPS3R, tempat pembuangan sampah yang dapat mereduksi jumlah sampah sebelum sampai ke hilir.
Melaui TPS3R ini, pemerintah telah mengupayakan pemilihan dan pemilahan sampah, selain untuk mereduksi jumlah sampah, dengan cara ini sampah dapat memiliki nilai ekonomis. Antusias dan keterlibatan masyarakat sekitar TPS3R telah terlihat. Pemerintah hanya perlu memberikan dukungan, penyadaran kepada masyarakat, dan mereplikasi ketersediaan TPS3R di setiap kelurahan.
Ketersediaan air bersih dipengaruhi oleh alih fungsi lahan yang telah menghilangkan sumber-sumber resapan saat hujan turun. Debit air di beberapa wilayah yang memiliki kontur alam berbukit, bertanah merah, waruga tanah miring ke selatan, sedikit ditumbuhi oleh pepohohan tidak sebanding dengan wilayah lain yang terletak di utara Sukabumi.
Alih fungsi lahan dan semakin minimnya ruang terbuka hijau ini tentu saja akan memubadzirkan air saat hujan turun. Air hujan tidak sepenuhnya diserap oleh tanah, melainkan mengalir begitu saja di jalanan, terbuang ke sungai, sesekali menimbulkan masalah serius menjadi banjir.
Lima belas tahun lalu, Pemerintah Kota Sukabumi mulai menggalakkan ketersediaan sumur resapan atau biopori di beberapa wilayah. Hanya saja kebijakan ini terhenti. Akhir-akhir ini kita justru lebih banyak mengeluarkan kebijakan dalam hal penyediaan air bersih dengan membangun sumur artesis tanpa mempertimbangkan debit cadangan air dan ketersediaannya di musim kemarau.
Padahal, sudah semestinya pembangunan dan penyediaan sumur artesis ini berbanding lurus dengan kebijakan pembuatan sumur resapan dan penanaman pohon sebagai gudang penyimpanan ketersediaan air di musim kemarau.
Kebencanaan menjadi isu prioritas lingkungan hidup mengingat sekitar 167 bencana alam terjadi di Kota Sukabumi selama tahun 2023 sampai awal tahun 2024. Bencana alam, diakui atau tidak sebenarnya berkelindan dengan cara manusia dalam memperlakukan lingkungan.
Alam memiliki cara sendiri dalam menyeimbangkan kembali ketertataannya agar tidak terjadi dampak yang lebih mengerikan bagi manusia. Contohnya, saat manusia di sebuah kawasan melakukan pengursakan terhadap alam, menebangi pepohonan, dan mengalihfungsikan lahan dari produktif ke pemukiman, maka alam akan menyeimbangkannya dengan dampak yang terjadi; peningkatan gas karbon, kenaikan suhu harian, dan cuaca yang tidak menentu.
Warga Kota Sukabumi harus mulai menyadari bagaimana menata kembali hubungan dengan alam dalam bingkai hablun min al-alam. Kesadaran terhadap hidup kita memang berdampingan dengan alam menjadi satu penawar bagaimana kita menjadi agen dalam proses keseimbangan alam.
Ilmu Fisika mengenal teori butterflay effect, ketika produksi kendaraan bermotor dan penjualannya terus mengalami peningkatan, dapat dipastikan, 5 hingga 10 tahun mendatang akan muncul efek atau dampak yang dirasakan oleh manusia sebagai makhluk hidup. Dampak ini tidak hanya dialami oleh manusia melainkan oleh makhluk hidup secara keseluruhan.
Alam memiliki cara sendiri bagaimana menyeimbangkan kembali tatanan semesta kendati dipandang merugikan manusia. Memang begitulah alam, dengan hukum-hukumnya akan memberikan jawaban yang tepat terhadap setiap tingkah laku manusia. Sebesar atau sekecil apa pun manusia membuat kerusakan, alam akan tetap mematuhi setiap hukum yang telah menyertainya sejak alam ini terbentuk.
Hanya dengan membangun kesadaran lah, ketiga isu prioritas lingkungan hidup dapat dengan segera teratasi. Tanpa kesadaran, program dan kebijakan pembangunan sebaik apa pun hanya akan memenuhi ruang-ruang wacana tanpa solusi. Seperti mudah, namun cara meningkatkan kesadaran manusia ini memerlukan sejumlah strategi yang tepat dan kompleks.
Dimuat SukabumiUpdate, 1 Juni 2024
Posting Komentar untuk "Tiga Isu Strategis Lingkungan Hidup di Kota Sukabumi"