Around the World in Eighty Days (Bagian 1)


Novel Jules Verne (1873) ini saya ringkas dari naskah aslinya yang dimuat di Project Gutenberg

Pada tahun 1872, di No. 7 Saville Row, Burlington Gardens—rumah di mana Sheridan meninggal pada tahun 1814—tinggallah seorang pria bernama Phileas Fogg. Ia adalah anggota Reform Club yang terkenal, meskipun keberadaannya misterius. Tidak banyak yang diketahui tentang dirinya, kecuali bahwa ia adalah pria yang sangat terpelajar dan dikenal luas di dunia, meski jarang berbicara tentang dirinya sendiri.

Orang-orang sering mengatakan bahwa wajahnya mengingatkan mereka pada Byron—walau dengan janggut dan sikap tenang. Namun, seperti Byron yang lebih pendiam, Fogg tampaknya bisa hidup seribu tahun tanpa menua.

Apakah Phileas Fogg kaya? Jawabannya hampir pasti "ya," tetapi bagaimana ia mendapatkan kekayaannya tetap menjadi misteri. Ia tidak dikenal sebagai pedagang, tuan tanah, atau tokoh publik. Namanya tak tercantum dalam daftar anggota asosiasi ilmiah mana pun, dan ia juga bukan bagian dari kalangan pengusaha atau cendekiawan terkemuka. Namun, ceknya selalu diterima oleh Bank Barings tanpa pertanyaan, dan ketika ada kebutuhan amal, ia memberikan sumbangannya tanpa nama.

Kebiasaan sehari-harinya adalah teka-teki. Ia menjalani hidupnya dengan pola yang begitu teratur sehingga orang-orang di sekitarnya tidak pernah melihat perubahan dalam rutinitasnya. Ia bermain kartu di klub, membaca koran, dan makan pada waktu yang tepat. Phileas Fogg adalah simbol ketenangan dan keteraturan, dan ia tidak memiliki keluarga, teman dekat, atau siapa pun yang tinggal bersamanya.

Pada pagi hari tanggal 2 Oktober, segalanya berubah. Ia telah memecat pelayannya, James Forster, hanya karena kesalahan kecil: air cukur yang disediakan Forster tidak sesuai dengan suhu yang ditentukan, yakni 86 derajat Fahrenheit. Tepat pukul setengah sebelas, penggantinya, seorang pria Prancis bernama Jean Passepartout, tiba di Saville Row.

Ketika Passepartout, seorang pria berusia sekitar tiga puluh tahun, diperkenalkan, Phileas Fogg langsung mengajukan pertanyaan.

“Anda orang Prancis, saya rasa. Nama Anda John?”

“Jean, jika Tuan berkenan,” jawab pria itu sopan. “Jean Passepartout. Nama ini diberikan kepada saya karena bakat saya dalam menyesuaikan diri dengan berbagai pekerjaan. Saya pernah menjadi penyanyi keliling, pemain sirkus, bahkan melompat seperti Leotard. Saya juga pernah menjadi sersan pemadam kebakaran di Paris, lalu bekerja sebagai pelayan di Inggris. Namun, saya mendengar bahwa Tuan adalah pria paling teratur dan mapan di seluruh negeri. Saya datang dengan harapan bisa hidup tenang bersama Tuan, meninggalkan masa lalu saya yang berwarna-warni.”

“Passepartout cocok untuk saya,” jawab Fogg singkat. “Anda direkomendasikan dengan baik. Anda tahu kondisi saya?”

“Ya, Tuan,” balas Passepartout dengan yakin.

“Bagus. Jam berapa sekarang?”

“Dua puluh dua menit lewat pukul sebelas,” jawab Passepartout, sambil mengeluarkan jam besar dari sakunya.

“Jam Anda terlambat empat menit,” Fogg menegaskan tanpa emosi. “Namun, itu bukan masalah besar. Mulai sekarang, pukul dua puluh sembilan menit lewat pukul sebelas pagi, Rabu, 2 Oktober, Anda resmi bekerja untuk saya.”

Phileas Fogg, tanpa berkata lebih lanjut, mengenakan topinya dengan gerakan otomatis, lalu pergi meninggalkan rumah. Passepartout, yang kini resmi menjadi pelayan baru, mendengar pintu depan tertutup dua kali: sekali oleh majikannya yang baru saja keluar, dan sekali lagi oleh pendahulunya, Forster, yang juga pergi.

Kini, Passepartout sendirian di rumah besar di Saville Row. Hari pertama dalam pekerjaan barunya dimulai dengan keheningan dan rasa penasaran akan rutinitas teratur majikannya, yang tampaknya tidak seperti pria pada umumnya.
Kang Warsa
Kang Warsa Sering menulis hal yang berhubungan dengan budaya, Bahasa, dan kasukabumian.

Posting Komentar untuk "Around the World in Eighty Days (Bagian 1)"