Don Quixote (Bagian 9)

Novel Miguel de Cervantes (Tahun 1605)

Novel classic ini, saya padatkan dari naskah aslinya yang dimuat dalam Guttenberg Project. -Kang Warsa-

Pada bagian pertama kisah ini, kita tinggalkan Don Quixote dan orang Biscayan yang gagah berani, keduanya siap bertarung dengan pedang terhunus. Dua tebasan dahsyat hampir terlontar, cukup untuk membelah tubuh dari kepala hingga ke kaki. Namun, pada saat kritis ini, cerita berhenti secara mendadak tanpa petunjuk dari penulis mengenai bagian yang hilang.

Hal ini membuat saya gelisah. Kesenangan membaca bagian kecil ini berubah menjadi kekesalan karena peluang untuk menemukan kelanjutannya tampak sangat kecil. Rasanya mustahil bagi seorang ksatria hebat seperti Don Quixote tidak memiliki seorang penulis bijak yang mencatat petualangannya, sebagaimana kebiasaan ksatria pengembara lainnya.

Biasanya, penulis semacam itu menggambarkan perbuatan, pikiran, bahkan kebodohan para ksatria, tidak peduli seberapa rahasia. Waktu, sang penghancur segalanya, mungkin telah melahap bagian cerita ini.

Namun, karena buku-buku modern seperti The Enlightenment of Jealousy ditemukan di perpustakaan Don Quixote, saya yakin kisah ini juga berasal dari zaman modern. Kisah ini mungkin tidak tertulis, tetapi hidup dalam ingatan orang-orang di desanya.

Refleksi ini membuat saya semakin penasaran akan seluruh perjalanan hidup Don Quixote, sang cahaya kesatria dari La Mancha, yang mendedikasikan dirinya untuk meluruskan kesalahan, menolong janda, dan melindungi gadis-gadis dari bahaya.

Keinginan saya untuk mengetahui kisahnya terwujud secara tidak sengaja. Suatu hari, di Alcana Toledo, saya menemukan beberapa pamflet tua yang dijual oleh seorang anak laki-laki kepada pedagang sutra. Salah satunya berisi tulisan Arab yang tidak saya pahami.

Dengan bantuan penerjemah Morisco, saya mengetahui bahwa pamflet tersebut adalah Sejarah Don Quixote dari La Mancha, karya Cid Hamete Benengeli, seorang sejarawan Arab. Saya membeli pamflet itu dan meminta penerjemah tersebut menerjemahkannya ke dalam bahasa Kastilia.

Pamflet pertama menggambarkan pertempuran Don Quixote melawan orang Biscayan. Mereka digambarkan dengan pedang terangkat, saling menyerang dengan semangat membara. Orang Biscayan menyerang lebih dulu, tetapi nasib baik menyelamatkan Don Quixote dari luka serius.

Sebagai balasan, Don Quixote menghantam lawannya dengan keras, menjatuhkan orang Biscayan dari keledainya. Ketika Don Quixote hendak menghabisinya, para wanita dalam kereta memohon agar nyawa pengawal mereka diampuni. Dengan syarat orang Biscayan bersumpah untuk menghadirkan dirinya kepada Dulcinea del Toboso, Don Quixote akhirnya membebaskannya.

Dengan cerita yang menarik ini, sejarah Don Quixote menjadi bukti bahwa seorang ksatria sejati tidak hanya berjuang dengan pedang, tetapi juga menjaga kehormatan dan martabatnya. Meski ada kelemahan dalam terjemahan atau interpretasi, kisah ini tetap menawarkan pandangan unik tentang keberanian, kehormatan, dan nilai-nilai kemanusiaan.
Kang Warsa
Kang Warsa Sering menulis hal yang berhubungan dengan budaya, Bahasa, dan kasukabumian.

Posting Komentar untuk "Don Quixote (Bagian 9)"